Sabtu, 04 Maret 2017

Ekonomi Gotong Royong dan Utilitas Individu




Gotong royong merupakan sebuah budaya masyarakat lokal Nusantara yang bukan hanya terkait mengenai aspek hubungan sosial antar individu didalam kelompok-kelompok masyarakat, namun juga terkait dengan aspek kegiatan ekonomi. Pilihan-pilihan individu untuk membantu tetangga mereka ketika panen ataupun pilihan individu untuk melakukan kegiatan bersama atas nama desa membangun irigasi persawahan, menabur bibit diladang bersama dan lain sebagainya. Berbeda dengan masyarakat Industri dimana setiap kegiatan ekonomi yang dilakukannya dilatarbelakangi oleh maximum utility individu dan dapat diukur dengan mudah dalam satuan mata uang yang merupakan imbal balik dari faktor-faktor produksi yang dimiliki para individu tersebut. Hubungan yang kompleks dalam sistem gotong royong ini tentusaja memiliki imbal balik yang sepadan kepada setiap anggota (individu) didalam kelompok yang memang tidak harus berbentuk natura. Imbal balik ini dapat kita sebut sebagai keuntungan yang mendorong individu tetap didalam kelompok untuk melakukan kegiatan ekonomi dalam bentuk gotong royong. insentif inilah yang menjadi dasar setiap individu dapat memaksimalkan kepuasananya baik secara individu dan kelompok dalam kegiatan ekonomi gotong royong.

Konsep Gotong Royong
Pidato 1 Juni 1945 Bung Karno menjelaskan mengenai konsep gotong royong yang merupakan faham yang dinamis, lebih dinamis dari kekeluargaan yang menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, diantara setiap elemen anak bangsa Indonesia apapun latar belakangnya  untuk mencapai tujuan bersama. Gotong royong merupakan perasan dari Trisila Pancasila yang terdiri dari Sosio Nasionalisme; Sosio Demokrasi; Ketuhanan.
Inti gotong royong sendiri terdapat persatuan didalamnya, setiap individu tergabung kedalam kelompok-kelompok besar maupun organisasi-organisasi sebagai sebuah wadah persatuan yang lebih besar yaitu kebangsaan dan internasionalisme. Bentuk persatuan ini memungkinkan rakyat untuk menyatukan kekuatan, merumuskan tujuan, pekerjaan bersama melalui musyawarah dan mufakat. Sedangkan ulasan Bungkarno terkait ekonomi dikemukakan dalam menjelaskan Sosio Demokrasi dimana beliau mengatakan bukan demokrasi barat, tetapi politiek-economische demokratie, yaitu politieke demokrasi dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan . Tujuan bersama tersebut dapat dicapai dengan persatuan (sosionasionalisme) demokrasi yang mensejahterakan yang berketuhanan dan itulah gotong royong.
Bung Karno menilai demokrasi yang akan diterapkan dalam Indonesia merdeka merupakan hanya sekedar demokrasi perwakilan, namun juga terdapat demokrasi ekonomi yang mensejahterakan dimana setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama dalam bukan hanya dalam bidang politik namun juga ekonomi. Hal ini di ungkapkan dengan penggambaran demokrasi perwakilan yang terjadi di Eropa, namun tetap terjadi penghisapan kepada rakyat Eropa akibat kapitalisme yang merajalela.
Jika dianalisa lebih jauh, Gotong Royong juga mengadung sikap moral ketuhanan, dimana elemen sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dilandasi oleh Ketuhanan. Ketuhanan sendiri merupakan nilai moral yang diyakini oleh setiap individu, warga negara yang dipengaruhi oleh ajaran agama dan spiritual masing-masing, sehingga ketika mereka melaksanakan pekerjaan bersama, tujuan bersama nilai moral inilah yang menjadi insentif terbesar setiap individu. Kepentingan-kepentingan individu yang sangat besar didalam kelompok akan terkontrol oleh nilai moral Ketuhanan.
Terdapat beberapa elemen didalam gotong royong dimana setiap warga negara tergabung kedalam kelompok-kelompok perwakilan yang bertujuan merumuskan tujuan bersama didalam kelompok tersebut melalui musyawarah mufakat. Kelompok-kelompok perwakilan bukan hanya menjamin persamaan dalam bidang politik demokrasi, namun juga dalam hal ekonomi, dimana setiap kelompok juga memiliki penguasaan terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan sesuai dengan tujuan bersama demokrasi kesejahteraan yang menjamin kesejahteraan setiap individu didalam kelompok tersebut dan dalam mencapai tujuan kesejahteraan tersebut setiap individu, setiap kelompok juga memiliki landasan moral Ketuhanan yang merupakan sebuah bentuk amal bersama. Kesadaran ini membatasi setiap individu tidak bersikap egois dalam memaksimalkan kepuasan mereka secara pribadi, nilai moral Ketuhanan ini juga yang dapat mendorong individu-individu yang memiliki endowment lebih dari individu lainnya untuk membantu, beramal dan berkorban untuk tujuan bersama.


Pilihan dan Utilitas


Setiap individu memiliki permasalah dalam memilih kombinasi barang yang akan dikonsumsi. Setiap konsumen memiliki rasionalitasnya dalam memilih bundle barang dan jasa untuk mencapai kepuasan maksimum, tentu saja didalam teori mikro ekonomi diasumsikan setiap konsumen-produsen memiliki pengetahuan yang sama atau perfect information. Dengan asumsi tersebut setiap transaksi yang terjadi tidak menimbulkan antrian yang diakibatkan permasalahan koordinasi seperti tawar menawar, perpindahan dari satu counter kecounter berikutnya dan hal-hal yang menghambat transaksi.
Tulisan ini membagi bundle (kelompok) barang dan jasa kedalam dua kelompok yaitu barang dan jasa yang bersifat privat yang di konsumsi oleh individu, dan kelompok barang dan jasa semi privat yang di konsumsi oleh kelompok gotong royong. Mungkin kita membayangkan bahwa bahwa dalam kegiatan ekonomi gotong royong yang terjadi adalah kegiatan memproduksi barang secara bersama-sama, namun harusnya kegiatan konsumsi juga menjadi bagian dari kegiatan ekonomi gotong royong, walaupun tetap setiap individu mengkonsumsi hasil dari produksi kegiatan gotong royong secara individu.
Dalam hal ini sistem ekonomi gotong royong yang diterapkan apakah menjadi sebuah sistem yang kaku, sehingga setiap individu dalam sebuah negara tidak memiliki pilihan lain selain mengkonsumsi dan memproduksi barang didalam kelompok-kelompok, ataukah sedikit lebih longgar, dimana individu bebas membuat pilihan terhadap kombinasi barang yang dikonsumsi, namun pilihan konsumsi barang-barang privat memiliki pertukaran yang tidak menguntungkan atau malah membuat tingkat kepuasan konsumen kurang menguntungkan dibanding jika mengkonsumsi/produksi barang-barang yang dibuat bersama.
Faktor lain yang turut mempengaruhi keputusan-keputusan ini adalah pengaruh perubahan pendapatan. Individu yang memiliki pendapatan lebih tinggi tentu memiliki pilihan yang lebih banyak dalam mengkonsumsi sejumlah barang dibandingkan dengan individu yang memiliki pendapatan rendah.  Fukushima Marcelo menganalisa perbedaan pendapatan, individu dengan pendapatan rendah akan mengkonsumsi barang-barang yang dibutuhkan, namun dengan kenaikan pendapatan hingga level tertentu, konsumsi terhadap barang-barang dasar (barang yang dibutuhkan) tidak akan bertambah dan beralih kepada variasi barang lainnya . Dalam mengenalisa perbedaan pendapatan diantara individu ini, Fukushima menggunakan model nonhomothetic preference. Model nonhomothetic bertujuan untuk melihat konsumsi barang oleh pekerja dengan skill rendah atau penduduk miskin dimana konsumsi tersebut variasinya tetap dan jumlah yang konstan.
Pengaruh keputusan konsumsi individu ketika terjadi perubahan pendapatan terhadap barang yang diproduksi didalam kelompok adalah dengan menambah konsumsi produk yang disediakan oleh kelompok, namun sampai batas mana individu mau mengkonsumsi kombinasi barang-barang ini? Hal ini juga tergantung dari jenis kombinasi barang yang disediakan oleh kelompok, namun jika tidak tersedia, apakah individu dapat mengambilnya dari luar kelompok, atau adakah cara lain untuk mengatasi pengaruh perubahan pendapatan tersebut, misalkan kelebihan pendapatan dapat digunakan untuk menambah individu masuk kedalam kelompok yang mungkin dapat menambah ketersediaan kombinasi barang yang disediakan oleh kelompok (jika perekonomian tidak full employment) ? Pilihan tersebut tentu saja akan tidak menguntungkan bagi individu (secara rasional, individu akan mengamlakan pendapatannya untuk tambahan keanggotaan) dan menghilangkan kesempatan untuk dapat meningkatkan utilitas individu. Namun begitu, peningkatan barang yang disediakan oleh kelompok akan bertambah karena pembagian pendapatan individu terhadap kelompok. Artinya kelompok mendapatkan keuntungan dari individu.

Fungsi Utilitas Individu
Jika dapat digambarkan gotong royong sebagai sebuah sistem autarki (untuk memudahkan) dimana negara mendorong warganya untuk membangun perusahaan-perusahaan yang dimiliki bersama untuk mencukupi kebutuhan ekonomi sebuah negara, namun tidak menolak untuk melakukan perdagangan. Pemenuhan barang dan jasa didasarkan atas kebutuhan bersama, sehingga barang yang tidak dibutuhkan tidak akan diproduksi sebelum kebutuhan tersebut kongkrit. Kebutuhan akan konsumsi barang dan jasa dalam ekonomi gotong royong adalah sesuai dengan kebutuhan kelompok, sehingga apa yang diproduksi oleh kelompok itu pun yang akan dikonsumsi oleh setiap anggota. Bagaimana dengan kebutuhan barang lainnya yang dibutuhkan oleh individu didalam kelompok?
Karena sistem ekonomi gotong royong bukanlah sistem totaliter yang harus diterapkan dengan paksaan, penggambaran model mengenai bagaimana individu dapat mau masuk kedalam sistem tersebut adalah dengan menggambarkan seberapa besar marginal rate of subtitution yang dikorbankan oleh individu dalam mengkonsumsi barang dan jasa yang diproduksi oleh sistem gotong royong tersebut. jika kita membagi dua jenis barang X untuk barang yang konsumsi/diproduksi dalam sistem ekonomi gotong royong dan Y mewakili barang privat yang dikonsumsi oleh individu, bentuk sederhana utility individu dapat dengan model utilitas, dimana:




Dimana X dan Y merupakan kombinasi barang yang akan di konsumsi oleh setiap individu pada satu garis utilitas (indeference curve). Pengandaian lainnya adalah tambahan pengorbanan jika setiap individu ingin menambah konsumsi untuk barang X maupun Y. Asumsi lainnya adalah banyaknya barang dan jasa yang dikonsumsi lebih baik dibandingkan sedikit barang dan jasa yang dikonsumsi. Jika diasumsikan bahwa tambahan pengorbanan untuk mengkonsumsi tambahan barang X dibandingkan jika individu menambah kombinasi barang Y, maka setiap individu akan terdorong untuk menambah konsumsi barang X yang di produksi didalam sistem gotong royong, dan sebaliknya tambahan pengorbanan yang mahal terhadap penambahan barang Y, mendorong individu untuk membatasi tambahan barang Y dalam kombinasi utilitas yang sama. Namun begitu tambahan pengorbanan barang Y terhadap barang X tidak mempengaruhi perubahan utilitas karena masih didalam satu level garis preference, sehingga jika untuk mendapatkan 2 barang X, individu mau menukar untuk 4 barang Y, namun masih dalam utilitas yang sama.
Bagaimana kita merekonstruksi utilitas dari individu ketika mereka berada didalam sistem ekonomi gotong royong? Hal ini sangat tergantung dari jenis barang dan hubungan kedua barang yang dikonsumsi didalam sistem ekonomi gotong royong. Jika kedua barang tersebut merupakan subtitusi atau komplemen atau hubungan lainnya, akan turut mempengaruhi pilihan individu terhadap konsumsi barang yang dibutuhkannya. Disisi lain, perubahan pertukaran barang X dan Y, misalnya, juga akan mempengaruhi kombinasi konsumsi antara barang X dan Y oleh individu. Sebagai gambaran jika konsumen A memiliki kombinasi konsumsi barang kebutuhan pokok perhari 300 gr gandum (Y) dan 100 gr beras (X). Gandum dan beras merupakan kombinasi barang yang diproduksi dalam sistem ekonomi gotong royong, namun produksi gandum lebih sedikit relatif terhadap beras. Jika konsumen A masuk kedalam sistem ekonomi gotong royong maka kombinasi konsumsinya berubah menjadi 100 gr gandum dan 500 gr beras per hari, dengan tingkat utilitas yang sama sebelum ia masuk kedalam sistem ekonomi gotong royong. Dalam hal ini 200 gr gandum dipertukarkan dengan 400 gr beras. Jika konsumen A adalah pemakan nasi, maka kemungkinan ia lebih memilih kombinasi kedua (100 gr gandum dan 500 gr beras), namun begitu ketika pendapatan konsumen A meningkat, ada keterbatasn konsumsi terhadap kedua barang ini, dimana konsumen A tidak dapat lagi menambah konsumsi hariannya walaupun ia dapat menambah konsumsinya dengan 200 gr gandum dan 600 gr beras.

Gambaran pertukaran antara gandum dan beras dapat ditulis dengan persamaan utilitas dimana Jika X mewakili beras dan Y mewakili  gandum, maka:




Dimana DU/DX = MUxmerupakan pergeseran kombinasi utilitas ketika terjadi perubahan konsumsi beras, dan DU/DY = MUy merupakan pergeseran utilitas pada garis yang sama ketika terjadi perubahan konsumsi gandum oleh konsumen A. Sehingga perubahan kombinasi kedua barang tersebut (pertukaran 200 gr gandum dan 400 gr beras) dapat kita sebut sebagai MRS (marginal rate of subtitution) yang merupakan ratio perubahan konsumsi kedua barang tersebut. Gambaran analogi ini memperlihatkan dikarenakan konsumen A merupakan pemakan nasi yang utama sehingga ia lebih memilih mengkombinasi lebih banyak beras dibanding gandum, sehingga untuk mempertahankan tingkat utilitasnya namun dapat mengkonsumsi lebih banyak beras maka ia terdorong  untuk masuk kedalam sistem ekonomi gotong royong, yang memberikan kesempatan pada konsumen A untuk mengkonsumsi lebih banyak beras.

Sifat barang yang dikonsumsi oleh individu dan disediakan oleh kelompok mendorong individu untuk masuk kedalam kelompok. Dengan kombinasi beras yang lebih banyak individu A akan dengan sukarela memilih untuk bergabung kedalam kelopok untuk mendapatkan kombinasi beras yang relatif lebih banyak dibanding gandum. Bagaimana mendorong individu untuk mau bergabung dalam sistem gotong royong adalah dengan mendorong kelompok-kelompok memproduksi barang dan jasa yang dekat dengan kebutuhan individu, dan relatif lebih murah dibanding dengan barang subtitusinya.

Fungsi Utilitas Cobb-Douglas

Menggunakan fungsi utilitas Cobb-douglass untuk menggambarkan fungsi utilitas konsumen didalam sistem ekonomi gotong royong, dimana X merupakan barang yang disediakan didalam kelompok gotong royong dan Y merupakan barang lainnya yang disediakan diluar kelompok gotong royong. Jika kita tulis persamaan tersebut secara sederhana dengan: 

Fungsi Cobb Douglas awalnya merupakan fungsi produksi yang digunakan untuk menganalisa share penggunaan input dalam produksi barang. Input tersbut adalah tenaga kerja dan modal. Fungsi ini juga menilai apakah dalam setiap produksi suatu barang dalam perekonomian menggunakan labor intensif ataukah kapital intensif, rasio kombinasi penggunaan tenaga kerja dan kapital ditentukan oleh konstanta θ dan β, dimana  θ + β  = 1.

Jika diasumsikan terdapat dua jenis barang yang disediakan oleh dua sistem ekonomi yang berbeda, dimana X merupakan barang yang disediakan oleh sistem ekonomi gotong royong, dan Y merupakan barang yang disediakan oleh sistem yang bukan ekonomi gotong royong dimana diasumsikan θ dan β merupakan konstanta yang menggambarkan dorongan/peraturan/faktor lain yang membuat individu untuk memilih apakah mengkonsumsi barang yang disediakan oleh perekonomian gotong royong atau barang yang disediakan oleh sistem ekonomi lainnya. Selain variabel didalam utilitas, juga terdapat faktor pendapatan yang merupakan batasan bagi individu untuk mengkonsumsi kedua barang tersebut dimana didalamnya terdapat harga barang X dan Y. Seluruh pendapatan akan habis digunakan untuk memilih jumlah yang dirasa cocok oleh individu.
dengan menggabungkan fungsi utilitas dan pendapatan maka didapat :


dimana :



Kebutuhan maksimum barang X dipengaruhi oleh variabel pendapatan I, harga barang Y dan harga barang X. Konstantan θ dan β merupakan share dari kombinasi konsumsi antara barang X dan Y, dimana kombinasi θ > β akan sangat mempengaruhi pertambahan konsumsi barang X jika terjadi perubahan harga barang X. Simulasi perubahan konsumsi barang X dalam sebuah spread sheet jika terjadi perubahan harga barang X dapat dilihat dalam tabel berikut :

Dimana dPX merupakan penurunan harga barang X, dan X dengan konstanta θ dan β merupakan konstanta share yang merupakan share konsumsi barang X dan Y. Kita dapat melihat bahwa rasio dari θ dan β menentukan jumlah perubahan konsumsi X jika harga X berubah. Pengaruh rasio konstanta ini merupakan faktor yang mendorong individu untuk meningkatkan konsumsi barang yang disediakan oleh perekonomian gotong royong selain harga.  Rasio konstanta θ > β juga menjaga individu untuk tetap mengkonsumsi barang X walaupun terjadi penurunan harga barang Y yang diproduksi diluar perekonomian gotong royong, sehingga θ dapat menjadi sebuah faktor yang mendorong individu untuk tetap berada didalam sistem gotong royong ini, untuk memaksimumkan utilitas dengan pendapatan yang terbatas.


 Note : 
1. bersambung
2. masih butuh tambahan masukan.



-Basarah, Ahmad dan TB Hasanuddin, 2016, Historisitas dan spiritualitas Pancasila, “refleksi peringatan 67 tahun hari lahir Pancasila, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan MPR RI,.
-Geoffrey A. Jehle dan Philip J Rheny Advance Econmic Theory, second edition
-Marcelo Fukushima, Non-Homothetic Preferences and Labor Heterogeneity: The Effects of Income Inequality on Trade Patterns
-Walter Nicholson, Micro Economic Theory, eight edition,