Rabu, 10 Oktober 2012

Investasi dan Penerapan Teknologi di Sektor Pertanian Sebagai Salah satu Cara Peningkatan Produktivitas Pertanian, Penyerapan Tenaga Kerja dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Petani


Investasi dan Penerapan Teknologi di Sektor Pertanian Sebagai Salah Satu Cara Peningkatan Produktivitas Pertanian, Penyerapan Tenaga Kerja dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Petani
Oleh: Satria Kusuma Diyuda

Pendahuluan
Indonesia telah dikenal sebagai salah satu negara agraris terpenting dikawasan Asean. Selama ini Indonesia telah banyak menyumbang produk berupa hasil bumi kepasaran internasional. Produk-produk perkebunan seperti karet, CPO, Cokelat, dan cengkeh menajdi andalan komoditas internasional dari Indonesia. belum lagi produk-produk yang menjadi awal penyebaran kolonialisme yaitu produksi rempah-rempah. Selain itu Indonesia memiliki produk pertanian seperti beras, tanaman sayur dan buah-buahan.
Sejak berakhirnya rezim orde baru, sistem pertanian di Indonesia banyak terbengkalai, saat ini pemerintah tidak memiliki pembangunan maupun target dalam membangun sektor pertanian kembali. Padahal sektor pertanian telah lama menyelamatkan bangsa ini dari kelaparan. Di zaman Orde Baru Indonesia telah berhasil membangu sektor pertanian ditandai dengan keberhasilannya melakukan swasembada beras dan tanaman pangan lainnya. Hal tersebut tidak terlepas dari program intensifikasi pertanian, perluasan lahan pertanian dan pembangunan infrastruktur dan suprastruktur pertanian sehingga terjadi pelipat gandaan produksi pertanian yang lebih besar dari jumlah pertambahan penduduk.
Tahun 2007 sektor pertanian memberikan sumbangan pada GDP Indonesia sebesar Rp. 541 triliun. Sedangkan di tahun 2008 kedua sektor ini mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp. 7.16 triliun (lihat tabel I.I). tabel tersebut menunjukkan bahwa, secara nominal, jumlah sektor pertanian memberikan sumbangan terbesar kedua setelah sektor pengolahan di tahun 2008 setelah sektor pengolahan. Disusul oleh sektor restoran dan hotel dan sektor-sektor lainnya.
Dari keseluruhan angkatan kerja pada tahun 2005, sekitar 62.2 juta orang (58.8%) berada di wilayah pedesaan, sedangkan 43.6 juta orang (41.2%) berada di wilayah perkotaan. Dari angka tersebut, angkatan kerja yang termasuk ke dalam kategori pengangguran terbuka berjumlah 10.8 juta orang (10.3%), atau meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 10.3 juta orang (9.9%). Secara geografis, sejumlah 5 juta orang (45.7%) pengangguran terbuka berada di wilayah pedesaan dan 5.9 juta orang (54.3%) berada di wilayah perkotaan. Selanjutnya, sebanyak 3.9 juta orang dari total angka pengangguran terbuka merupakan penganggur usia muda (15-24 tahun), atau meningkat dibanding tahun 2004 yang berjumlah 3.4 juta orang (BPS, 2006). Sedangkan pada tahun 2008 berdasarkan data BPS, jumlah pekerja usia 15 tahun keatas yang tercatat bekerja selama satu minggu setelah pencatatan disektor pertanian berjumlah 41,3 juta orang dan ditahun 2009 terjadi kenaikan menjadi sebesar 41,6 juta jiwa.
Tabel 1.1. Struktur GDP Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku
(dalam milliar rupiah)

2007
2008
Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
541.931,5
       716.065
Pertambangan & Penggalian
440.609,6
       540.605
Industri Pengolahan
1.068.653,9
   1.380.713
Listrik, Gas & Air Bersih
34.723,8
         40.846
Konstruksi
304.996,8
       419.642
Perdagangan, Hotel & Restoran
592.304,1
       691.495
Pengangkutan dan Komunikasi
264.263,3
       312.190
Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan
305.213,5
       368.130
Jasa-jasa
398.196,7
       481.670
GDP
   3.950.893
   4.951.357
Sumber: BPS berbagai tahun
Pentingnya sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang mampu menyerap angkatan kerja di Indonesia terutama sekali angkatan kerja yang berada di desa-desa. Namun begitu produktifitas disektor pertanian semakin tahun semakin menurun. Damapak dari penurunan produktifitas pertanian adalah penurunan dari kesejahteraan para petani dan pekerja pertanian. Diakrenakan semakin banyaknya penawaran tenaga kerja, kenaikan biaya produksi dan harga jual pertanian yang tidak memberikan keuntungan bagi para petani. Untuk meningkatkan kembali produktifitas pertanian dibutuhkan sebuah usaha untuk meningkatkan investasi di sektor ini terutama sekali penambahan barang modal, perluasan lahan dan peningkatan kualitas petani dan pekerjanya. Data SEKI Bank Indonesia (tabel I.2) terlihat pada tahun 2009 persetujuan rencana investasi di Indonesia, sektor pertanian hanya mendapatkan porsi kecil dari seluruh rencana investasi oleh asing di Indonesia. Sedangkan dari data pada tabel 1.3. persetujuan investasi Berdasarkan data realisasi investasi untuk sektor pertanian selama kurun waktu 1999-2003 mendapatkan bagian yang paling kecil dari total penanaman modal yang dilakukan baik yang berasal dari dalam negeri maupun swasta dan asing, yaitu hanya sekitar 2 – 4.5%. Demikian halnya dengan fasilitas pendukung seperti infrastruktur pendukung pertanian yang termasuk dalam sektor jasa-jasa lainnya, mengalami penurunan pada tahun 2002 dalam pangsa perolehan investasi secara keseluruhan. Padahal seperti yang diketahui, sektor pertanian sangat berperan sebagai katup penyelamat perekonomian Indonesia ketika terjadi krisis, sehingga seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang lebih besar untuk pengembangan sektor pertanian ke arah yang lebih maju. Salah satunya dengan meningkatkan investasi di sektor pertanian.

 

Tabel I.2. Persetujuan Rencana Investasi Penanaman Modal Asing Menurut Sektor Ekonomi
(Juta USD)
 
Sumber: SEKI BI 2008-2009

I.3. Realisasi Investasi Menurut Sektor (milliar Rp.)
Sektor
Tahun
1999
2000
2001
2002
2003
Pertanian
3147,38
3132,96
1943,69
834,73
2638,93
Agroindustri
7097,46
11897,54
7215,83
5796,39
9097,27
Industri lainnya
47602,11
44354,98
20998,83
18249.77
12829.40
Pertambangan
211.70
219.88
829.06
1148.84
296.33
Perdagangan
13739.20
10648.66
4447.79
13375.69
30095.72
Jasa-jasa lainnya
9353.47
31859.66
10291.35
1471.43
3211.91
Total
81151.32
102113.70
45726.57
40876.86
58169.56
Sumber: BKPM 2005

Semakin berkurangnya peran sektor pertanian dalam mendukung perekonomian Indonesia berarti juga turut mengurangi permintaan tenaga kerja di sektor ini. Artinya sektor pertanian semakin lama akan semakin berkurang kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja di pedesaan, selain itu biaya yang besar yang ditanggung petani dalam memproduksi produk pertanian juga semakin bertambah besar. Kedua hal ini kemungkinan akan mengurangi kesejahteraan para petani dan pekerja di sektor pertanian. Berdasarkan hukum permintaan dan penawaran tenaga kerja, diharapkan penawaran tenaga kerja di sektor pertanian akan beralih masuk kedalam sektor industri. Namun jika di lihat lebih jauh ternyata kemampuan sektor lainnya dalam melakukan penyerapan tenaga kerja tidak sebesar sektor pertanian. Selain itu, dipercaya adanya sebuah kekakuan dari keahlian para teanga kerja pedesaan yang bekerjadi sektor pertanian untuk dengan cepat beralih keahlian bekerja di sektor lainnya selain pertanian.
Diperlukan sebuah upaya membangun kembali sektor pertanian dan mendorong sektor ini agar dapat memberikan peningkatan kesejahteraan terhadap rakyat di pedesaan. Dengan pembangunan perekonomian desa yang berbasis kepada pertanian, bukan hanya penurunan kemiskinan namun juga pertambahan GDP yang di sumbang dari sektor pertanian dapat menjadi salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Permasalahan
Semakin menurunnya sektor pertanian dalam mendukung perekonomian di Indonesia terlihat dari semakin berkurangnya sumbangan sektor ini terhadap GDP Indonesia. hal ini juga akan berdampak pada penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian. Dampak lebih lanjutnya dalah penurunan kesejahteraan masyarakat pedesaan yang hidup dan bergantung dari sektor pertanian.
Tulisan ini ingin menggambarkan mengenai pentingnya peningkatan investasi dan penggunaan teknologi di sektor pertanian yang dapat memberikan multiplier effect terhadap peningkatan sektor lainnya, peningkatan kesejahteraan petani dan dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja.
Metodelogi dan Sumber Data
Dalam analisa ini menggunakan data-data sekunder dari BPS dan Bank Indonesia juga data-data dari sumber lain yang telah di olah dan di sajikan dalam bentuk tabel. Data yang disajikan juga tidak membatasi tahun analisa dan hanya digunakan sebagai sajian analisa deskriptif dalam tulisan ini. Data juga dapat berasal dari hasil penelitian terdahulu yang membahas mengenai pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh sektor ini.
Metodelogi dalam tulisan ini bersifat deskriptif dengan menggunakan tabel-tabel dari data sekunder yang di olah dari BPS, Bank Indonesia dan data dari berbagai sumber. Selain itu juga untuk mempertajam analisa di gunakan juga tinjauan analisa dari berbagai tulisan dan hasil penelitian yang berfokus kepada sektor pertanian di Indonesia.
Kerangka Teori
Teori Pertumbuhan Ekonomi
            Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan aktivitas perekonomian dari tahun ketahun. Indikator yang paling sering digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan GDP perkapita atau selisih GDP saat ini dengan GDP tahun sebelumnya dibagi dengan GDP tahun sebelumnya. GDP sendiri menggambarkan aktivitas produksi masyarakat disuatu negara dalam waktu satu tahun. Dan pertumbuhan adalah besarnya tambahan produksi yang di lakukan oleh masyarakat suatu negara dalam satu tahun tertentu.   Ada banyak faktor yang menjadi variabel untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor tersebut banyak dijelaskan dalam bentuk teori-teori ekonomi yang menjelaskan pertumbuhan sebuah sistem ekonomi.
Teori Pertumbuhan Solow
            Model pertumbuhan Sollow merupakan salah satu teori yang menjadi pilar teori pertumbuhan neoklasik. Sollow menjelaskan bahwa produksi agregat di tentukan oleh jumlah modal/kapital dan jumlah buruh yang memiliki produktivitas tertentu. Model pertumbuhan solow dapat di jelaskan dengan persamaan berikut:
Dimana Y adalah GDP, K adalah stok Modal/Kapital, A adalah produktivitas tenaga kerja yang pertumbuhannya di tentukan secara eksogen dan L adalah jumlah tenaga kerja yang di gunakan dalam proses produksi. K lebih ditentukan oleh jumlah tabungan nasional yang di investasikan kedalam bentuk mesin-mesin dan L merupakan jumlah populasi suatu negara yang masuk kedalam lapangan kerja. Sedangkan variabel A adalah produktivitas yang lebih ditentukan dengan keterampilan dan penguasaan dan pencipataan teknologi demi kepentingan produksi.
Teori Harod Domar
Teori harod Domar mengembangkan teori Keynes dengan memasukkan masalah-masalah ekonomi jangka panjang, serta berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dengan mantap. Asumsi yang digunakan dalam teori ini  adalah:
1.    Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh dan barang-barang modal dalam masyarakat di gunakan secara penuh.
2.    Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada.
3.    Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional yang berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol.
4.    Kecendrungan untuk menabung besarnya tetap, demikian juga dengan rasio antara modal-output dan rasio pertambahan modal-output.
Teori Pertumbuhan Endogen
Teori pertumbuhan endogen dijelaskan melalui model pertumbuhan endogen menurut Romer. Model ini mengkaji akibat teknologi yang mungkin terbagi dalam proses industrialisasi.
Model ini dimulai dengan mengasumsikan bahwa proses pertumbuhan berasal dari tingkat perusahaan atau industri. Setiap industri berproduksi dengan skala hasil yang konstan, namun Roomer mengasumsikan bahwa cadangan modal (K) dalam keseluruhan perekonomian, secara positif mempengaruhi output pada tingkat industri, sehingga terdapat skala yang semakin meningkat pada tingkat perekonomian keseluruhan.
Cadangan modal setiap perusahaan adalah barang publik, seperti produktivitas tenaga kerja (A) dalam perekonomian Sollow yang akan berpengaruh terhadap perusahaan lain di dalam perekonomian.
Pembahasan
Pertumbuhan penduduk yang pesat di Indonesia tidak dapat diikuti oleh pertambahan produksi pangan. Bahkan terjadi penurunan produksi pangan yang disumbang oleh sektor pertanian dalam negeri. Kekurangan yang ada selama ini diimpor melalui perdagangan internasional yang berasal dari negara-negara yang memiliki produktivitas tinggi di sektor pertanian seperti Thailand, vietnam dan Australia. Sektor pertanian yang menjadi penggerak perekonomian desa selama jatuhnya ordebaru telah lama mati suri dan tidak memberikan tambahan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari tabel 1.4. terlihat bahwa proporsi sektor pertanian hanya berkisar 14% dari total GDP Indonesia ditahun 2008-2009. Dibandingkan dengan Industri pengolahan dan perdagangan, restoran dan perhotelan.  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiloejo Wirjo Wirjono, mengenai sumber-sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2000 hingga 2004, menemukan bahwa turunya peran dari sektor pertanian dikarenakan berlangsungnya transformasi struktural yaitu transformasi ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang yang semula lebih bersifat subsistem dan menitik beratkan pada sektor pertanian menuju kesektor perekonomian yang lebih modern yang didominasi oleh sektor-sektor non-primer khususnya industri dan jasa. Pada tahun 2004 sumbangan sektor pertanian adalah sebesar 15,23%, sedangkan di tahun-tahun selanjutnya porsi dari sektor pertanian semakin menurun. Apakah hal ini menunjukkan bahwa proses trasnformasi struktural masih terus berlangsung dalam perekonomian Indonesia khusunya disektor pertanian?
Tabel I.4. GDP berdasarkan harga konstan tahun 2000 per sektor

2007
% tehadap GDP
2008
% tehadap GDP
2009
% tehadap GDP
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
271.509,3
14%
284.621
14%
296.369
14%
Pertambangan dan penggalian
171.278,4
9%
172.443
8%
179.975
8%
Industri pengolahan
538.084,6
27%
557.764
27%
569.551
26%
Listrik, gas dan air bersih
13.517,0
1%
14.994
1%
17.060
1%
Konstruksi
121.808,9
6%
130.952
6%
140.184
6%
Perdagangan, hotel & restoran
340.437,1
17%
363.814
17%
367.959
17%
Pengangkutan dan komunikasi
142.326,7
7%
165.906
8%
191.674
9%
Keuangan, real estat dan jasa perusahaan
183.659,3
9%
198.800
10%
208.832
10%
Jasa-jasa
181.706,0
9%
193.024
9%
205.372
9%
Produk  Domestik  Bruto
1.964.327,3
100%
2.082.316
100%
2.176.976
100%
Sumber : SEKI BI berbagai tahun
            Pertumbuhan GDP juga dipengaruhi oleh seberapa besar investasi yang di masukkan kedalam setiap sektor perekonomian. Investasi akan lebih berpengaruh kepada tambahan modal dalam perekonomian. Dalam tabel 1.5. mengenai persetujuan investasi dalam berbagai sektor, terlihat bahwa persetujuan investasi dalam negeri di sektor pertanian adalah sebesar Rp. 21.948 milliar ditahun 2007. Sedangkan persetujuan investasi disektor pertanian dari dana yang berasal dari luar negeri diperkirakan mencapai Rp. 13 triliun ditahun 2007 (lihat tabel 1.2). dibandingkan dengan sektor pengolahan dan industri sektor pertanian lebih kecil dari sektor pengolahan baik rencana investasi asing maupun dalam negeri.
            Dari hasil penelitian Wiloejo Wirjo Wirjono, sumber-sumber yang menjadi penyumbang terhadap DGP Indonesia yang pertama adalah berasal dari sektor Industri dari tahun 2000 hingga 2004. Tingginya peran dari sektor Industri/Pengolahan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia karena lebih pada penggunaan teknologi dalam proses produksinya. 
1.5. Persetujuan Rencana Investasi Penanaman Modal Dalam NegeriMenurut Sektor Ekonomi (Miliar Rp)
           

2005
2006
2007
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
      4.494
      9.205
     21.948
Pertambangan
         982
         437
      3.346
Industri
     26.808
   131.733
   144.226
Listrik, Gas, dan Air
      6.276
      7.232
     13.296
Konstruksi
      1.538
      3.028
      1.223
Perdagangan dan Reparasi
         603
         499
         611
Hotel dan Restoran
      4.050
      8.914
      1.418
Transportasi, Gudang, dan Komunikasi
      2.375
      1.930
      1.110
Perumahan, Kawasan Ind., dan Perkantoran
             -
             1
         482
Jasa lainnya
      3.451
         204
      1.217
Total
     50.577
   163.183
   188.876













Investasi di Sektor pertanian dan penyerapan tenaga kerja
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh D.S. Priyarsono dkk, menjelaskan mengenai sekenario investasi dalam negeri yang lakukan pada sektor pertanian Indonesia. selain meningkatkan penerimaan di sektor ini,diikuti dengan penambahan penerimaan disektor agroindustri. Selain itu peningkatan investasi juga turut menambah lapangan kerja. Sektor pertanian juga akan menerima dampak yang lebih besar dibandingkan sektor agroindustri karena adanya injeksi pada sektor produksi lainnya (industri lain, pertambangan, perdagangan dan jasa lainnya). Namun besarnya peningkatan penerimaan pada sektor produksi lainnya lebih kecil dibandingkan dengan dampak penerimaan jika dilakukan injeksi yang besarnya sama pada sektor pertanian dan agroindustri.
Investasi di sektor pertanian akan meningkatkan produktivitas sektor tersebut dan jugaakan mendorong pertumbuhan sektor lainnya yang terkait erat dengan sektor pertanian, seperti sektor agroindustri, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor perbankan. Selanjutnya, pertumbuhan sektor pertanian akibat adanya kenaikan investasi di sektor tersebut akan meningkatkan pendapatan rata-rata rumah tangga, lebih khusus lagi peningkatan pendapatan rumah tangga pertanian, sehingga kesenjangan pendapatan antara masyarakat pertanian dan non-pertanian dapat diperkecil dan distribusi pendapatan akan lebih merata.Demikian juga dengan pernyataan Herliana (2004) yang menggunakan analisis dekomposisi SNSE, mengemukakan bahwa pemerataan pendapatan tidak dapat tercipta dengan melakukan injeksi pada sektor manufaktur maupun sektor jasa, namun harus diarahkan pada sektor berbasis pertanian, yang secara keseluruhan sektornya mampu memberikan pendapatan yang lebih besar pada masing-masing kelompok rumah tangga, baik yang berada di pedesaan maupun di perkotaan.
Nilai elastisitas kesempatan kerja rata-rata terhadap PDB secara keseluruhan sebesar 1.02, yang berarti bahwa jika PDB berubah sebesar 1% maka kesempatan kerja yang diciptakan adalah 1.02%. Apabila target pertumbuhan ekonomi sebesar 6% pada tahun 2007 dan asumsi elastisitas kesempatan kerja pada tahun tersebut adalah sama dengan periode tahun 1999-2003, maka laju pertumbuhan kesempatan kerja rata-rata adalah 6.12%. Perkiraan kesempatan kerja yang dapat diciptakan pada tahun 2007 adalah berkisar antara 400 ribu sampai 16.2 juta orang, atau rata-rata sebesar 5.8 juta orang. Dengan kata lain, setiap kenaikan 1% PDB, tambahan kesempatan kerja yang tercipta adalah berkisar antara 66 ribu sampai 2.7 juta orang, atau rata-rata sekitar 971 ribu orang. Investasi untuk peningkatan output sektor pertanian memiliki dampak yang lebih besar terhadap faktor produksi tenaga kerja dan peningkatan pendapatan rumah tangga. Persentase penyerapan tenaga kerja terbesar untuk sektor pertanian terdapat pada sektor tanaman pangan (12.23%). Selanjutnya untuk sektor agroindustri, penyerapan tenaga kerja terbesar berada di sektor industri makanan, minuman dan tembakau (8.67%), sertapenyerapan tenaga kerja untuk sektor lainnya terdapat pada sektor perdagangan (8.80%).
Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa pembangunan sektor pertanian memiliki dampak yang lebih besar terhadap peningkatan output bruto dan nilai tambah. Selain itu sektor pertanian juga memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Sehingga kenaikan pertumbuhan pada sektor pertanian akan turut juga mendorong sektor lainnya, cateris paribus.
Perbandingan Dua Desa di Subang Utara dalam penerapan Teknologi Pertanian
Dalam buku Dilema Ekonomi Desa yang diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia, menjelaskan hasil penelitian Yujiro Hayami dan Masao Kikuchi terhadap dua desa yaitu Subang Utara dan Subang Selatan (Bab 8 dan 9). Penelitan tersebut menjelaskan peran dari penerapan teknologi yang berdampak pada tinggi rendahnya upah tenaga kerja dan terjadinya perubahan pola hubungan antar masyarakat di kedua desa tersebut. Dalam penelitan di desa Subang Selatan, Yujiro Hayami dan Masao Kikuchi melihat, akibat terjadinya stagnasi teknologi dalam bercocok tanam sehingga pertambahan produksi tidak sebanding dengan pertambahan tenaga kerja malah mengakibatkan pada pengembalian hasil panen yang didapat oleh para petani dan buruh semakin kecil. Selain itu pola bagi hasil (sistem Bawon: mengajak para tetangga desa untuk memanen bersama dan membagi hasilnya sebagai salah satu bentuk pembayaran karena telah membantu mengurus sawah bersama) antar sesama masyarakat desa dalam mengerjakan sawah menjadi berubah menjadi sistem Ceblok dimana para pemilik tanah sawah hanya mempekerjakan tenaga kerja untuk mengurus sawah dengan bagi hasil tertentu dari hasil panennya. Selain itu sistem Ceblok juga memberikan tambahan pekerjaan bagi para tenaga kerja yang diajak untuk mengurus sawah dengan pembagian hasil yang tetap. Disini karena kurangnya penggunaan teknologi dan bertambahnya jumlah penduduk maka sistem Ceblok menjadi pilihan karena menjadi sistem yang lebih murah dalam mengerjakan sawah. Teknologi yang ada hanya penggunaan hewan ternak dalam mengelola sawah dan harga sewa dari penggunaan sapi lebih mahal dari pada penggunaan tenaga kerja dalam mengurus sawah.
Berbeda dengan Desa Subang Utara, dimana tekanan pududuk tidak begitu besar, dan pada tahun 1979 pembangunan waduk Jatiluhur telah rampung, membawah sebuah sistem baru dalam proses irigasi di daerah tersebut. Selain meningkatkan hasil panen, melalui inovasi teknologi sistem irigasi, sistem pertanian Bawon juga masih dipergunakan. Hal ini dikarenakan adanya pertambahan produksi dan juga rendahnya tenaga kerja yang tersedia. Akibatnya tingginya bagi hasil melalui sistem Bawon kepada para pekerja yang melaksanakan pengurusan sawah seseorang.
Dari perbandingan kedua desa ini terlihat bahwa adanya penggunaan teknologi yang tepat yang menghasilkan produksi yang lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk, memperlihatkan adanya kenaikan kesejahteraan di desa-desa di Subang Utara.  Penggunaan teknologi yang sesuai dan tepat guna bukan hanya menyelamatkan masyarakat desa tersebut dari turunya kesejahteraan mereka namun juga tidak mengurangi ikatan-ikatan kekeluargaan didsa-desa tersebut seperti masih di gunakannya sistem bagi hasil (bawon).
Dari contoh kasus yang ada dapat di lihat bahwa teknologi menjadi solusi penting dalam membangun sektor pertanian yang efisien dan berdaya guna. Peningkatan penemuan dan penggunaan teknologi pertanian sangat dibutuhkan demi peningkatan jumlah produksi pertanian. Dalam teori pertumbuhan Solow maupun Endogen, peran dari teknologi sangat penting untuk meningkatkan produksi dalam bentuk efisiensi produksi pertanian. Teknologi tersebut selain infrastruktur seperti pembangunan bendungan dan pembangunan irigasi, penggunaan pupuk dan mesin-mesin pertanian yang terpenting adalah peningkatan pendidikan dan pengetahuan masyarakat pertanian dan para pekerja pertanian. Pendidikan dan pelatihan petani dan para pekerja di bidang pertanian dapat menjadi solusi dalam mempermudah petani dalam penggunaan mesin-mesin, membangun oraganisasi-organisasi masyarakat yang dapat mempermudah para petani dalam membangun sistem pertanian seperti proses penyediaan bahan baku, proses produksi transportasi dan pemasaran hasil pertanian. Dengan pendidikan memeprmudah pemerintah maupun petani sendiri untuk mengenal lebih jauh teknik-teknik baru dan alat-alat baru dalam bidang pertanian yang membantu sekali dalam peningkatan produksi pertanian mereka.


Kesimpulan
            Kemampuan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja masih sangat besar, untuk itu pertumbuhan di sektor ini harus dapat ditingkatkan kembali melalui peningkatan investasi, penggunaan teknologi dibidang pertanian, peningkatan skill para petani dan penurunan biaya produksi menjadi isu penting dalam pembangunan sektor pertanian.
Selain itu usaha-usaha untuk penambahan modal seperti perluasan tanah pertanian, pembangunan irigasi dan penguatan lembaga-lembaga masyarakat kemungkinan besar dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas pertanian Indonesia. Peningkatan produktivitas pertanian berarti peningkatan penerimaan keluarga petani dan buruh tani yang secara otomatis akan meningkatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Daftar Pustaka        
Badan Pusat Statistik, 2010, Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia, BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik, berbgaia tahun, Statistik Indonesia, BPS, Jakarta.
Bank Indonesia, berbagai tahun, Statistik Keuangan Indonesia (SEKI), BI, Jakarta.
Hayami, Yujiro, 1987, Dilema Ekonomi Desa: Suatu Pendekatan Ekonomi Terhadapat Perubahan Kelembagaan di Asia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Mulianta Ginting, Ari dkk, 2010, Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik : Pengaruh Pertumbuhan Terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia, Volume 1, No. 2 Desember 2010, P3DI Sekretariat Jenderal DPR RI.
Priyarsono, D.S, Dkk, PERANAN INVESTASI DI SEKTOR PERTANIAN DAN AGROINDUSTRI DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN: PENDEKATAN SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (The Role of Investment in Agricultural and Agroindustry Sektors in Labor Absorption and Income Distribution: Social Accounting Matrix Apprach) http://ejournal.unud.ac.id/?module=detailpenelitian&idf=0&idj=&idv=&idi=&idr=1063, diakses tanggal 30 Maret 2011.

Wirjo Wijono, Wiloejo, 2005, Mengungkap Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dalam Lima Tahun Terakhir, Jurnal Manajemen dan Fiskal, Volume 2 No. 2, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar