Investasi dan Penerapan
Teknologi di Sektor Pertanian Sebagai Salah Satu Cara Peningkatan Produktivitas
Pertanian, Penyerapan Tenaga Kerja dan Peningkatan Kesejahteraan
Masyarakat Petani
Oleh:
Satria Kusuma Diyuda
Pendahuluan
Indonesia
telah dikenal sebagai salah satu negara agraris terpenting dikawasan Asean.
Selama ini Indonesia telah banyak menyumbang produk berupa hasil bumi kepasaran
internasional. Produk-produk perkebunan seperti karet, CPO, Cokelat, dan
cengkeh menajdi andalan komoditas internasional dari Indonesia. belum lagi
produk-produk yang menjadi awal penyebaran kolonialisme yaitu produksi
rempah-rempah. Selain itu Indonesia memiliki produk pertanian seperti beras,
tanaman sayur dan buah-buahan.
Sejak
berakhirnya rezim orde baru, sistem pertanian di Indonesia banyak terbengkalai,
saat ini pemerintah tidak memiliki pembangunan maupun target dalam membangun
sektor pertanian kembali. Padahal sektor pertanian telah lama menyelamatkan
bangsa ini dari kelaparan. Di zaman Orde Baru Indonesia telah berhasil membangu
sektor pertanian ditandai dengan keberhasilannya melakukan swasembada beras dan
tanaman pangan lainnya. Hal tersebut tidak terlepas dari program intensifikasi
pertanian, perluasan lahan pertanian dan pembangunan infrastruktur dan
suprastruktur pertanian sehingga terjadi pelipat gandaan produksi pertanian
yang lebih besar dari jumlah pertambahan penduduk.
Tahun
2007 sektor pertanian memberikan sumbangan pada GDP Indonesia sebesar Rp. 541
triliun. Sedangkan di tahun 2008 kedua sektor ini mengalami kenaikan menjadi
sebesar Rp. 7.16 triliun (lihat tabel I.I). tabel tersebut menunjukkan bahwa,
secara nominal, jumlah sektor pertanian memberikan sumbangan terbesar kedua
setelah sektor pengolahan di tahun 2008 setelah sektor pengolahan. Disusul oleh
sektor restoran dan hotel dan sektor-sektor lainnya.
Dari keseluruhan angkatan kerja pada tahun
2005, sekitar 62.2 juta orang (58.8%) berada di wilayah pedesaan, sedangkan
43.6 juta orang (41.2%) berada di wilayah perkotaan. Dari angka tersebut,
angkatan kerja yang termasuk ke dalam kategori pengangguran terbuka berjumlah
10.8 juta orang (10.3%), atau meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai
10.3
juta orang (9.9%). Secara geografis, sejumlah 5 juta orang (45.7%) pengangguran
terbuka berada di wilayah pedesaan dan 5.9 juta orang (54.3%) berada di wilayah
perkotaan. Selanjutnya, sebanyak 3.9 juta orang dari total angka pengangguran
terbuka merupakan penganggur usia muda (15-24 tahun), atau meningkat dibanding
tahun 2004 yang berjumlah 3.4 juta orang (BPS, 2006). Sedangkan pada tahun 2008
berdasarkan data BPS, jumlah pekerja usia 15 tahun keatas yang tercatat bekerja
selama satu minggu setelah pencatatan disektor pertanian berjumlah 41,3 juta
orang dan ditahun 2009 terjadi kenaikan menjadi sebesar 41,6 juta jiwa.
Tabel 1.1. Struktur
GDP Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku
(dalam
milliar rupiah)
2007
|
2008
|
|
Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
|
541.931,5
|
716.065
|
Pertambangan & Penggalian
|
440.609,6
|
540.605
|
Industri Pengolahan
|
1.068.653,9
|
1.380.713
|
Listrik, Gas & Air Bersih
|
34.723,8
|
40.846
|
Konstruksi
|
304.996,8
|
419.642
|
Perdagangan, Hotel & Restoran
|
592.304,1
|
691.495
|
Pengangkutan dan Komunikasi
|
264.263,3
|
312.190
|
Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan
|
305.213,5
|
368.130
|
Jasa-jasa
|
398.196,7
|
481.670
|
GDP
|
3.950.893
|
4.951.357
|
Sumber:
BPS berbagai tahun
Pentingnya sektor pertanian sebagai salah
satu sektor yang mampu menyerap angkatan kerja di Indonesia terutama sekali
angkatan kerja yang berada di desa-desa. Namun begitu produktifitas disektor
pertanian semakin tahun semakin menurun. Damapak dari penurunan produktifitas
pertanian adalah penurunan dari kesejahteraan para petani dan pekerja
pertanian. Diakrenakan semakin banyaknya penawaran tenaga kerja, kenaikan biaya
produksi dan harga jual pertanian yang tidak memberikan keuntungan bagi para
petani. Untuk meningkatkan kembali produktifitas pertanian dibutuhkan sebuah
usaha untuk meningkatkan investasi di sektor ini terutama sekali penambahan
barang modal, perluasan lahan dan peningkatan kualitas petani dan pekerjanya. Data SEKI Bank Indonesia (tabel I.2) terlihat
pada tahun 2009 persetujuan rencana investasi di Indonesia, sektor pertanian hanya
mendapatkan porsi kecil dari seluruh rencana investasi oleh asing di Indonesia.
Sedangkan dari data pada tabel 1.3. persetujuan investasi Berdasarkan data
realisasi investasi untuk sektor pertanian selama kurun waktu 1999-2003
mendapatkan bagian yang paling kecil dari total penanaman modal yang dilakukan
baik yang berasal dari dalam negeri maupun swasta dan asing, yaitu hanya
sekitar 2 – 4.5%. Demikian halnya dengan fasilitas pendukung seperti infrastruktur
pendukung pertanian yang termasuk dalam sektor jasa-jasa lainnya, mengalami penurunan
pada tahun 2002 dalam pangsa perolehan investasi secara keseluruhan. Padahal seperti
yang diketahui, sektor pertanian sangat berperan sebagai katup penyelamat perekonomian
Indonesia ketika terjadi krisis, sehingga seharusnya pemerintah memberikan perhatian
yang lebih besar untuk pengembangan sektor pertanian ke arah yang lebih maju. Salah
satunya dengan meningkatkan investasi di sektor pertanian.
Tabel I.2.
Persetujuan Rencana Investasi Penanaman Modal Asing Menurut Sektor Ekonomi
(Juta USD)
Sumber:
SEKI BI 2008-2009
I.3. Realisasi
Investasi Menurut Sektor (milliar Rp.)
Sektor
|
Tahun
|
||||
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
|
Pertanian
|
3147,38
|
3132,96
|
1943,69
|
834,73
|
2638,93
|
Agroindustri
|
7097,46
|
11897,54
|
7215,83
|
5796,39
|
9097,27
|
Industri
lainnya
|
47602,11
|
44354,98
|
20998,83
|
18249.77
|
12829.40
|
Pertambangan
|
211.70
|
219.88
|
829.06
|
1148.84
|
296.33
|
Perdagangan
|
13739.20
|
10648.66
|
4447.79
|
13375.69
|
30095.72
|
Jasa-jasa
lainnya
|
9353.47
|
31859.66
|
10291.35
|
1471.43
|
3211.91
|
Total
|
81151.32
|
102113.70
|
45726.57
|
40876.86
|
58169.56
|
Sumber:
BKPM 2005
Semakin
berkurangnya peran sektor pertanian dalam mendukung perekonomian Indonesia
berarti juga turut mengurangi permintaan tenaga kerja di sektor ini. Artinya
sektor pertanian semakin lama akan semakin berkurang kemampuannya dalam
menyerap tenaga kerja di pedesaan, selain itu biaya yang besar yang ditanggung
petani dalam memproduksi produk pertanian juga semakin bertambah besar. Kedua
hal ini kemungkinan akan mengurangi kesejahteraan para petani dan pekerja di
sektor pertanian. Berdasarkan hukum permintaan dan penawaran tenaga kerja,
diharapkan penawaran tenaga kerja di sektor pertanian akan beralih masuk
kedalam sektor industri. Namun jika di lihat lebih jauh ternyata kemampuan
sektor lainnya dalam melakukan penyerapan tenaga kerja tidak sebesar sektor pertanian.
Selain itu, dipercaya
adanya sebuah kekakuan dari keahlian para teanga kerja pedesaan yang bekerjadi
sektor pertanian untuk dengan cepat beralih keahlian bekerja di sektor lainnya
selain pertanian.
Diperlukan sebuah upaya
membangun kembali sektor pertanian dan mendorong sektor ini agar dapat memberikan
peningkatan kesejahteraan terhadap
rakyat di pedesaan. Dengan pembangunan perekonomian desa yang berbasis kepada
pertanian, bukan hanya penurunan kemiskinan namun juga pertambahan GDP yang di
sumbang dari sektor pertanian dapat menjadi salah satu lokomotif pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
Permasalahan
Semakin
menurunnya sektor pertanian dalam
mendukung perekonomian di Indonesia terlihat dari semakin berkurangnya
sumbangan sektor ini terhadap GDP Indonesia. hal ini juga akan berdampak pada
penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian. Dampak lebih lanjutnya
dalah penurunan kesejahteraan masyarakat pedesaan yang hidup dan bergantung
dari sektor pertanian.
Tulisan ini ingin menggambarkan mengenai pentingnya
peningkatan investasi dan penggunaan teknologi di sektor pertanian yang dapat
memberikan multiplier effect terhadap peningkatan sektor lainnya, peningkatan
kesejahteraan petani dan dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja.
Metodelogi dan Sumber Data
Dalam
analisa ini menggunakan data-data sekunder dari BPS dan Bank Indonesia juga
data-data dari sumber lain yang telah di olah dan di sajikan dalam bentuk
tabel. Data yang disajikan juga tidak membatasi tahun analisa dan hanya
digunakan sebagai sajian analisa deskriptif dalam tulisan ini. Data juga dapat
berasal dari hasil penelitian terdahulu yang membahas mengenai pertumbuhan
ekonomi yang didorong oleh sektor ini.
Metodelogi
dalam tulisan ini bersifat deskriptif dengan menggunakan tabel-tabel dari data
sekunder yang di olah dari BPS, Bank Indonesia dan data dari berbagai sumber.
Selain itu juga untuk mempertajam analisa di gunakan juga tinjauan analisa dari
berbagai tulisan dan hasil penelitian yang
berfokus kepada sektor pertanian di
Indonesia.
Kerangka Teori
Teori
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan
kenaikan aktivitas perekonomian dari tahun ketahun. Indikator yang paling
sering digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan GDP
perkapita atau selisih GDP saat ini dengan GDP tahun sebelumnya dibagi dengan
GDP tahun sebelumnya. GDP sendiri menggambarkan aktivitas produksi masyarakat
disuatu negara dalam waktu satu tahun. Dan pertumbuhan adalah besarnya tambahan
produksi yang di lakukan oleh masyarakat suatu negara dalam satu tahun
tertentu. Ada banyak faktor yang menjadi variabel untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor tersebut banyak dijelaskan
dalam bentuk teori-teori ekonomi yang menjelaskan pertumbuhan sebuah sistem
ekonomi.
Teori
Pertumbuhan Solow
Model pertumbuhan Sollow merupakan salah
satu teori yang menjadi pilar teori pertumbuhan neoklasik. Sollow menjelaskan
bahwa produksi agregat di tentukan oleh jumlah modal/kapital dan jumlah buruh
yang memiliki produktivitas tertentu. Model pertumbuhan solow dapat di jelaskan
dengan persamaan berikut:
Dimana
Y adalah GDP, K adalah stok Modal/Kapital, A adalah produktivitas tenaga kerja
yang pertumbuhannya di tentukan secara eksogen dan L adalah jumlah tenaga kerja
yang di gunakan dalam proses produksi. K lebih ditentukan oleh jumlah tabungan
nasional yang di investasikan kedalam bentuk mesin-mesin dan L merupakan jumlah
populasi suatu negara yang masuk kedalam lapangan kerja. Sedangkan variabel A
adalah produktivitas yang lebih ditentukan dengan keterampilan dan penguasaan dan
pencipataan teknologi demi kepentingan produksi.
Teori
Harod Domar
Teori
harod Domar mengembangkan teori Keynes dengan memasukkan masalah-masalah
ekonomi jangka panjang, serta berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar
perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dengan mantap. Asumsi yang digunakan
dalam teori ini adalah:
1. Perekonomian
dalam keadaan pengerjaan penuh dan barang-barang modal dalam masyarakat di
gunakan secara penuh.
2. Perekonomian
terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan,
berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada.
3. Besarnya
tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional
yang berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol.
4. Kecendrungan
untuk menabung besarnya tetap, demikian juga dengan rasio antara modal-output
dan rasio pertambahan modal-output.
Teori
Pertumbuhan Endogen
Teori
pertumbuhan endogen dijelaskan melalui model pertumbuhan endogen menurut Romer.
Model ini mengkaji akibat teknologi yang mungkin terbagi dalam proses
industrialisasi.
Model
ini dimulai dengan mengasumsikan bahwa proses pertumbuhan berasal dari tingkat
perusahaan atau industri. Setiap industri berproduksi dengan skala hasil yang
konstan, namun Roomer mengasumsikan bahwa cadangan modal (K) dalam keseluruhan
perekonomian, secara positif mempengaruhi output pada tingkat industri,
sehingga terdapat skala yang semakin meningkat pada tingkat perekonomian
keseluruhan.
Cadangan
modal setiap perusahaan adalah barang publik, seperti produktivitas tenaga
kerja (A) dalam perekonomian Sollow yang akan berpengaruh terhadap perusahaan
lain di dalam perekonomian.
Pembahasan
Pertumbuhan
penduduk yang pesat di Indonesia tidak dapat diikuti oleh pertambahan produksi
pangan. Bahkan terjadi penurunan produksi pangan yang disumbang oleh sektor
pertanian dalam negeri. Kekurangan yang ada selama ini diimpor melalui
perdagangan internasional yang berasal dari negara-negara yang memiliki
produktivitas tinggi di sektor pertanian seperti Thailand, vietnam dan
Australia. Sektor pertanian yang menjadi penggerak perekonomian desa selama
jatuhnya ordebaru telah lama mati suri dan tidak memberikan tambahan yang
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari tabel 1.4. terlihat bahwa
proporsi sektor pertanian hanya berkisar 14% dari total GDP Indonesia ditahun
2008-2009. Dibandingkan dengan Industri pengolahan dan perdagangan, restoran
dan perhotelan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Wiloejo Wirjo Wirjono, mengenai sumber-sumber
pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2000 hingga 2004, menemukan bahwa
turunya peran dari sektor pertanian dikarenakan berlangsungnya transformasi
struktural yaitu transformasi ekonomi yang dialami oleh negara-negara
berkembang yang semula lebih bersifat subsistem dan menitik beratkan pada
sektor pertanian menuju kesektor perekonomian yang lebih modern yang didominasi
oleh sektor-sektor non-primer khususnya industri dan jasa. Pada tahun 2004
sumbangan sektor pertanian adalah sebesar 15,23%, sedangkan di tahun-tahun
selanjutnya porsi dari sektor pertanian semakin menurun. Apakah hal ini
menunjukkan bahwa proses trasnformasi struktural masih terus berlangsung dalam
perekonomian Indonesia khusunya disektor pertanian?
Tabel I.4. GDP berdasarkan
harga konstan tahun 2000 per sektor
2007
|
% tehadap GDP
|
2008
|
% tehadap GDP
|
2009
|
% tehadap GDP
|
|
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
|
271.509,3
|
14%
|
284.621
|
14%
|
296.369
|
14%
|
Pertambangan dan penggalian
|
171.278,4
|
9%
|
172.443
|
8%
|
179.975
|
8%
|
Industri pengolahan
|
538.084,6
|
27%
|
557.764
|
27%
|
569.551
|
26%
|
Listrik, gas dan air bersih
|
13.517,0
|
1%
|
14.994
|
1%
|
17.060
|
1%
|
Konstruksi
|
121.808,9
|
6%
|
130.952
|
6%
|
140.184
|
6%
|
Perdagangan, hotel & restoran
|
340.437,1
|
17%
|
363.814
|
17%
|
367.959
|
17%
|
Pengangkutan dan komunikasi
|
142.326,7
|
7%
|
165.906
|
8%
|
191.674
|
9%
|
Keuangan, real estat dan jasa perusahaan
|
183.659,3
|
9%
|
198.800
|
10%
|
208.832
|
10%
|
Jasa-jasa
|
181.706,0
|
9%
|
193.024
|
9%
|
205.372
|
9%
|
Produk
Domestik Bruto
|
1.964.327,3
|
100%
|
2.082.316
|
100%
|
2.176.976
|
100%
|
Sumber : SEKI BI berbagai tahun
Pertumbuhan GDP juga dipengaruhi
oleh seberapa besar investasi yang di masukkan kedalam setiap sektor
perekonomian. Investasi akan lebih berpengaruh kepada tambahan modal dalam
perekonomian. Dalam tabel 1.5. mengenai persetujuan investasi dalam berbagai
sektor, terlihat bahwa persetujuan investasi dalam negeri di sektor pertanian
adalah sebesar Rp. 21.948 milliar ditahun 2007. Sedangkan persetujuan investasi
disektor pertanian dari dana yang berasal dari luar negeri diperkirakan
mencapai Rp. 13 triliun ditahun 2007 (lihat tabel 1.2). dibandingkan dengan
sektor pengolahan dan industri sektor pertanian lebih kecil dari sektor
pengolahan baik rencana investasi asing maupun dalam negeri.
Dari hasil penelitian Wiloejo Wirjo
Wirjono, sumber-sumber yang menjadi penyumbang terhadap DGP Indonesia yang
pertama adalah berasal dari sektor Industri dari tahun 2000 hingga 2004.
Tingginya peran dari sektor Industri/Pengolahan dalam menyumbang pertumbuhan
ekonomi Indonesia karena lebih pada penggunaan teknologi dalam proses
produksinya.
1.5. Persetujuan Rencana
Investasi Penanaman Modal Dalam NegeriMenurut Sektor Ekonomi (Miliar Rp)
2005
|
2006
|
2007
|
|
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
|
4.494
|
9.205
|
21.948
|
Pertambangan
|
982
|
437
|
3.346
|
Industri
|
26.808
|
131.733
|
144.226
|
Listrik, Gas, dan Air
|
6.276
|
7.232
|
13.296
|
Konstruksi
|
1.538
|
3.028
|
1.223
|
Perdagangan dan Reparasi
|
603
|
499
|
611
|
Hotel dan Restoran
|
4.050
|
8.914
|
1.418
|
Transportasi, Gudang, dan Komunikasi
|
2.375
|
1.930
|
1.110
|
Perumahan, Kawasan Ind., dan Perkantoran
|
-
|
1
|
482
|
Jasa lainnya
|
3.451
|
204
|
1.217
|
Total
|
50.577
|
163.183
|
188.876
|
Investasi di Sektor
pertanian dan penyerapan tenaga kerja
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh D.S. Priyarsono dkk, menjelaskan mengenai sekenario investasi dalam negeri
yang lakukan pada sektor pertanian Indonesia. selain meningkatkan penerimaan di
sektor ini,diikuti dengan penambahan penerimaan disektor agroindustri. Selain
itu peningkatan investasi juga turut menambah lapangan kerja. Sektor pertanian
juga akan menerima dampak yang lebih besar dibandingkan sektor agroindustri
karena adanya injeksi pada sektor produksi lainnya (industri lain,
pertambangan, perdagangan dan jasa lainnya). Namun besarnya peningkatan
penerimaan pada sektor produksi lainnya lebih kecil dibandingkan dengan dampak
penerimaan jika dilakukan injeksi yang besarnya sama pada sektor pertanian dan agroindustri.
Investasi di sektor pertanian akan
meningkatkan produktivitas sektor tersebut dan jugaakan mendorong pertumbuhan
sektor lainnya yang terkait erat dengan sektor pertanian, seperti sektor
agroindustri, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor perbankan. Selanjutnya,
pertumbuhan sektor pertanian akibat adanya kenaikan investasi di sektor
tersebut akan meningkatkan pendapatan rata-rata rumah tangga, lebih khusus lagi
peningkatan pendapatan rumah tangga pertanian, sehingga kesenjangan pendapatan
antara masyarakat pertanian dan non-pertanian dapat diperkecil dan distribusi
pendapatan akan lebih merata.Demikian juga dengan pernyataan Herliana (2004)
yang menggunakan analisis dekomposisi SNSE, mengemukakan bahwa pemerataan
pendapatan tidak dapat tercipta dengan melakukan injeksi pada sektor manufaktur
maupun sektor jasa, namun harus diarahkan pada sektor berbasis pertanian, yang
secara keseluruhan sektornya mampu memberikan pendapatan yang lebih besar pada
masing-masing kelompok rumah tangga, baik yang berada di pedesaan maupun di perkotaan.
Nilai elastisitas kesempatan kerja rata-rata
terhadap PDB secara keseluruhan sebesar 1.02, yang berarti bahwa jika PDB
berubah sebesar 1% maka kesempatan kerja yang diciptakan adalah 1.02%. Apabila
target pertumbuhan ekonomi sebesar 6% pada tahun 2007 dan asumsi elastisitas
kesempatan kerja pada tahun tersebut adalah sama dengan periode tahun 1999-2003,
maka laju pertumbuhan kesempatan kerja rata-rata adalah 6.12%. Perkiraan kesempatan
kerja yang dapat diciptakan pada tahun 2007 adalah berkisar antara 400 ribu sampai
16.2 juta orang, atau rata-rata sebesar 5.8 juta orang. Dengan kata lain,
setiap kenaikan 1% PDB, tambahan kesempatan kerja yang tercipta adalah berkisar
antara 66 ribu sampai 2.7 juta orang, atau rata-rata sekitar 971 ribu orang.
Investasi
untuk peningkatan output sektor pertanian memiliki dampak yang lebih besar terhadap
faktor produksi tenaga kerja dan peningkatan pendapatan rumah tangga. Persentase
penyerapan tenaga kerja terbesar untuk sektor pertanian terdapat pada sektor tanaman
pangan (12.23%). Selanjutnya untuk sektor agroindustri, penyerapan tenaga kerja
terbesar berada di sektor industri makanan, minuman dan tembakau (8.67%),
sertapenyerapan tenaga kerja untuk sektor lainnya terdapat pada sektor
perdagangan (8.80%).
Hasil
penelitian ini juga mengungkapkan bahwa pembangunan sektor pertanian memiliki
dampak yang lebih besar terhadap peningkatan output bruto dan nilai tambah.
Selain itu sektor pertanian juga memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor
lainnya. Sehingga kenaikan pertumbuhan pada sektor pertanian akan turut juga
mendorong sektor lainnya, cateris paribus.
Perbandingan Dua Desa di
Subang Utara dalam penerapan Teknologi Pertanian
Dalam
buku Dilema Ekonomi Desa yang diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia,
menjelaskan hasil penelitian Yujiro Hayami dan Masao Kikuchi terhadap dua desa yaitu Subang Utara dan
Subang Selatan (Bab 8 dan 9). Penelitan tersebut menjelaskan peran dari penerapan
teknologi yang berdampak pada tinggi rendahnya upah tenaga kerja dan terjadinya
perubahan pola hubungan antar masyarakat di kedua desa tersebut. Dalam
penelitan di desa Subang Selatan, Yujiro
Hayami dan Masao Kikuchi melihat, akibat terjadinya stagnasi teknologi dalam
bercocok tanam sehingga pertambahan produksi tidak sebanding dengan pertambahan
tenaga kerja malah mengakibatkan pada pengembalian hasil panen yang didapat
oleh para petani dan buruh semakin kecil. Selain itu pola bagi hasil (sistem
Bawon: mengajak para tetangga desa untuk memanen bersama dan membagi hasilnya
sebagai salah satu bentuk pembayaran karena telah membantu mengurus sawah
bersama) antar sesama masyarakat desa dalam mengerjakan sawah menjadi berubah
menjadi sistem Ceblok dimana para pemilik tanah sawah hanya mempekerjakan
tenaga kerja untuk mengurus sawah dengan bagi hasil tertentu dari hasil
panennya. Selain itu sistem Ceblok juga memberikan tambahan pekerjaan bagi para
tenaga kerja yang diajak untuk mengurus sawah dengan pembagian hasil yang
tetap. Disini karena kurangnya penggunaan teknologi dan bertambahnya jumlah
penduduk maka sistem Ceblok menjadi pilihan karena menjadi sistem yang lebih
murah dalam mengerjakan sawah. Teknologi yang ada hanya penggunaan hewan ternak
dalam mengelola sawah dan harga sewa dari penggunaan sapi lebih mahal dari pada
penggunaan tenaga kerja dalam mengurus sawah.
Berbeda
dengan Desa Subang Utara, dimana tekanan pududuk tidak begitu besar, dan pada
tahun 1979 pembangunan waduk Jatiluhur telah rampung, membawah sebuah sistem
baru dalam proses irigasi di daerah tersebut. Selain meningkatkan hasil panen,
melalui inovasi teknologi sistem irigasi, sistem pertanian Bawon juga masih
dipergunakan. Hal ini dikarenakan adanya pertambahan produksi dan juga rendahnya
tenaga kerja yang tersedia. Akibatnya tingginya bagi hasil melalui sistem Bawon
kepada para pekerja yang melaksanakan pengurusan sawah seseorang.
Dari
perbandingan kedua desa ini terlihat bahwa adanya penggunaan teknologi yang
tepat yang menghasilkan produksi yang lebih besar dari laju pertumbuhan
penduduk, memperlihatkan adanya kenaikan kesejahteraan di desa-desa di Subang
Utara. Penggunaan teknologi yang sesuai
dan tepat guna bukan hanya menyelamatkan masyarakat desa tersebut dari turunya
kesejahteraan mereka namun juga tidak mengurangi ikatan-ikatan kekeluargaan
didsa-desa tersebut seperti masih di gunakannya sistem bagi hasil (bawon).
Dari
contoh kasus yang ada dapat di lihat bahwa teknologi menjadi solusi penting
dalam membangun sektor pertanian yang efisien dan berdaya guna. Peningkatan
penemuan dan penggunaan teknologi pertanian sangat dibutuhkan demi peningkatan
jumlah produksi pertanian. Dalam teori pertumbuhan Solow maupun Endogen, peran
dari teknologi sangat penting untuk meningkatkan produksi dalam bentuk
efisiensi produksi pertanian. Teknologi tersebut selain infrastruktur seperti
pembangunan bendungan dan pembangunan irigasi, penggunaan pupuk dan mesin-mesin
pertanian yang terpenting adalah peningkatan pendidikan dan pengetahuan
masyarakat pertanian dan para pekerja pertanian. Pendidikan dan pelatihan
petani dan para pekerja di bidang pertanian dapat menjadi solusi dalam
mempermudah petani dalam penggunaan mesin-mesin, membangun
oraganisasi-organisasi masyarakat yang dapat mempermudah para petani dalam membangun
sistem pertanian seperti proses penyediaan bahan baku, proses produksi
transportasi dan pemasaran hasil pertanian. Dengan pendidikan memeprmudah
pemerintah maupun petani sendiri untuk mengenal lebih jauh teknik-teknik baru
dan alat-alat baru dalam bidang pertanian yang membantu sekali dalam
peningkatan produksi pertanian mereka.
Kesimpulan
Kemampuan sektor pertanian dalam
menyerap tenaga kerja masih sangat besar, untuk itu pertumbuhan di sektor ini
harus dapat ditingkatkan kembali
melalui peningkatan investasi, penggunaan teknologi
dibidang pertanian, peningkatan skill para petani dan penurunan biaya produksi
menjadi isu penting dalam pembangunan sektor pertanian.
Selain
itu usaha-usaha untuk penambahan modal seperti perluasan tanah pertanian,
pembangunan irigasi dan penguatan lembaga-lembaga masyarakat kemungkinan besar
dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas pertanian
Indonesia. Peningkatan produktivitas pertanian berarti peningkatan penerimaan
keluarga petani dan buruh tani yang secara otomatis akan
meningkatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Daftar
Pustaka
Badan Pusat Statistik, 2010,
Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia, BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik, berbgaia tahun,
Statistik Indonesia, BPS, Jakarta.
Bank Indonesia, berbagai tahun,
Statistik Keuangan Indonesia (SEKI), BI, Jakarta.
Hayami, Yujiro, 1987, Dilema Ekonomi
Desa: Suatu Pendekatan Ekonomi Terhadapat Perubahan Kelembagaan di Asia,
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Mulianta Ginting, Ari dkk, 2010, Jurnal
Ekonomi dan Kebijakan Publik : Pengaruh Pertumbuhan Terhadap Tingkat Kemiskinan
di Indonesia, Volume 1, No. 2 Desember 2010, P3DI Sekretariat Jenderal DPR RI.
Priyarsono, D.S, Dkk, PERANAN INVESTASI DI SEKTOR PERTANIAN DAN
AGROINDUSTRI DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN: PENDEKATAN
SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (The Role of Investment in Agricultural and
Agroindustry Sektors in Labor Absorption and Income Distribution: Social
Accounting Matrix Apprach) http://ejournal.unud.ac.id/?module=detailpenelitian&idf=0&idj=&idv=&idi=&idr=1063, diakses
tanggal 30 Maret 2011.
Wirjo Wijono, Wiloejo, 2005, Mengungkap
Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dalam Lima Tahun Terakhir, Jurnal
Manajemen dan Fiskal, Volume 2 No. 2, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar