Selasa, 07 Januari 2014

Kompetisi Ekonomi diantara Negara ASEAN

Pendahuluan
Kawasan ASEAN memiliki posisi strategis dalam peta perdagangan dunia saat ini. Selain sebagai kawasan yang menghasilkan bahan mentah baik tambang juga bahan pangan dan perkebunan, Asean juga menjadi kawasan yang memiliki populasi besar dan menjadi pasar bagi negara-negara industri untuk memasarkan produknya. Besarnya potensi kawasan ASEAN untuk maju juga menyebabkan timbulnya konflik diantara negara-negara ASEAN dan luar ASEAN. Selain konflik politik yang masih sering terjadi di berbagai negara di ASEAN, perebutan sumber daya energi dan pulau juga kerap muncul diantara negara-negara ASEAN. Kita sebut saja konflik memperebutkan kepulauan spratley antara beberapa negara seperti Malaysia, Vietnam, Philipina, Brunei dan China, menjadi sebuah isu yang menimbulkan ketegangan diantara negara-negara tersebut. Selain itu juga terdapat konflik klasik perebutan perbatasan dan perebutan pulau antara, Indonesia dan Malaysia, Malaysia dan Filipina, Kamboja dan Thailand dll.

Kita masih ingat konflik rebutan kuil Preah Vihear, sekitar 245 kilometer utara Phnom Penh. Ketegangan antara Kamboja dan Thailand mulai memanas pada Juli, 2008 ketika kuil Preah Vihear ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Padahal, kuil itu tengah menjadi rebutan Phnom Penh dan Bangkok. Mahkamah Internasional PBB pada 1962 telah memutuskan bahwa kuil Preah Vihear itu milik Kamboja. Namun Thailand mengklaim kepemilikan lahan seluas 4,6 kilometer persegi yang dekat dengan kuil itu, yang memicu gelaran senapan alteleri di sepanjang perbatasan serta bentrokan periodik antara tentara Kamboja dan Thailand sehingga mengakibatkan korban jiwa di kedua pihak.

Konflik lebih rumit adalah menyangkut rebutan kedaulatan atas kawasan laut serta wilayah di kepulauan Paracel dan Spratly di wilayah Laut China Selatan. China, Vietnam, Malaysia dan Brunei Darussalam mengklaim memiliki kedua pulau tersebut. Sudah beberapa kali terjadi baku tembak, terutama tentara China dan tentara Vietnam. Diduga di kawasan tersebu menyimbang sumber daya alam.

Dan yang selalu hangat adalah perebutan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Rebutan batas wilayah darat dan laut ini telah beberapa kali membuat aksi massa berbuntut pembakaran bendera kedua negara. Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa mengatakan Asean masih mencari jalan untuk menyelesaikan konflik Laut China Selatan, konflik perbatasan RI-Malaysia maupun konflik rebutan kuil antara Thailand dan Kamboja.

Konflik lainnya yang juga turut mengancam stabilitas kawasan adalah konflik politik didalam negeri masing-masing negara ASEAN. Seperti yang masih terjadi di Indonesia, Thailand, Phipilina, Myanmar dan Malaysia. Konflik ini terjadi karena mulai terbukanya sistem politik di negara-negara ASEAN sehingga membuka peluang oposisi di masing-masing negara ASEAN untuk dapat bersuara.

Sebagai contoh konflik yang terjadi antara para pendukung Taksin matan perdana menteri Thailand dan Militer yang banyak menimbulkan korban. Konflik antara oposisi malaysia dengan partai penguasa yang juga turut menaikkan tensi chaos di malaysia. Selain itu Indonesia yang merupakan salah satu negara demokrasi terbesar namun secara politik masih belum stabil. Hal tersebut dapat terlihat dari besarnya konflik pemilihan kepala daerah yang banyak terjadi di indonesia. Selain itu banyak kasus besar terjadi di Indonesia yang sering dipolitisir dan berlarut-larut tanpa penyelesaian yang baik sehingga menciptakan ketidak stabilan. Kita sebut saja kasus dugaan korupsi Bank Century dan kasus Hambalang dimana banyak menyeret tokoh politik besar di Indonesia, sehingga sampai saat ini pun hal tersebut belum terselesaikan dengan baik.

Disatu sisi konflik yang terjadi diantara negara ASEAN dapat mengancam stabilitas kawasan namun hal tersebut tidak banyak mempengaruhi hubungan ekonomi yang terjadi diantara negara-negara ASEAN. Kepentingan ekonomi akan lebih besar dibandingkan dengan penyelesaian konflik dengan militer yang dapat merugikan banyak negara di kawasan tersebut. Namun sayangnya konflik yang terjadi diantara negara-negara ASEAn jarang diselesaikan di dalam forum bersama ASEAN namun lebih banyak memilih forum internasional yang lebih besar seperti pengadilan sengketa di Denhag. Hal ini menunjukkan lembaga kerjasama ASEAN masih belum memiliki peran kuat dalam melakukan penyelesaian sengketa diantara para anggotanya.

Forum Kerjasama ASEAN
Kerjasama ASEAN dimulai sejak tahun 1967, yang di prakarsai oleh lima negara yaitu Indonesia, Philipina, Thailand, Malaysia, dan Singapura dengan dengan tujuan :
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan kebudayaan melalui usah-usah bersama berdasarkan semangat kebersamaan, perekutuan, dan hidup damai di kalangan bangsa di Asia Tenggara.
2. Memajukan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan saling menghormati keadilan tata tertib hukum dalam hubungan antar negaradi Asia Tenggara.
3. Meningkatkan kerjasama secara aktif dan saling membantu dalam hal-hal yang menjadi kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi.
4. Memberikian bantuan satu sama lain dalam fasilitas-fasilitas latihan dan penelitian di sektor-sektor pendidikan, profesi, teknik, dan administrasi.
5. Bekerja sama secara efektif dalam memanfaatkan potensi pertanian dan industri, perluasan perdagangan, perbaikan fasilitas-fasilitas komunikasi.

Tujuan lainnya adalah ASEAN dapat menjadi forum negara-negara kawasan asia tenggara untuk dapat menyelesaikan konflik mereka secara damai melalui dialog. Dikarenakan sebelum pembentukan ASEAN, negara dikawasan tersebut terkurung oleh konflik antar negara dan juga terjebak diantara dua ideologi besar dunia, sehingga pada waktu itu negara-negara di kawasan ASEAN semakin terpecah-pecah. Kawasan ASEAN menjadi kawasan yang menjadi tempat pertempuran antara blok timur dan barat yang kita kenal dengan proxy war. Pembentukan ASEAN juga menandai perdamaian yang terjadi diantara Indonesia dan Malaysia terkait konflik ditahun 60-an  akibat penolakan Sukarno terhadap pembentukan negara Federasi Malaysia yang dilihat sebagai negara boneka inggris.

Setelah berakhirnya perang dingin, kawasan ASEAN masuk dalam tahap baru hubungan multilateral. Walaupun disatu sisi banyak negara-negara ASEAN yang masih dalam kendali kedikatoran dan milteristik, namun dengan semakin mengglobalnya informasi dunia juga menyebarkan pengetahuan mengenai demokrasi barat dikawasan ini. hal ini Berdampak pada mulai bergantinya rezim-rezim kedikatatoran di negara-negara ASEAN.

Semakin terbukanya negara-negara di ASEAN meningkatkan peluang negara-negara dikawasan tersebut untuk dapat melakukan kerjasama ekonomi diantara mereka dan negara-negara diluar kawasan asia tanggara. Hal ini semakin mendorong pertumbuhan tingkat perekonomian negara dan kawasan. Perkembangan tersebut juga menciptakan permasalahan baru, konflik yang terjadi saat ini bukan hanya mengenai penguasaan teritorial diatara para anggota namun juga konflik perdagangan.

Seperti yang kita tahu terdapat perbedaan yang signifikan antara kondisi ekonomi dan kemajuan diantara negara-negara ASEAN. Singapura dan Malaysia contohnya, merupakan negara pulau yang sangat maju jika dibandingkan dengan negara tetangganya Indonesia dan Filipina. perbedaan kesejahteraan ini banyak mendorong arus tenaga kerja Indonesia maupun Filipina untuk bekerja di kedua negara tersebut. Hal ini mendorong timbulnya permasalahan ketenaga kerjaan yang merumitkan hubungan antar negara. Sebagai contoh hampir 300 orang tenaga kerja Indonesia setiap minggunya di deportasi dari Malaysia melalui Riau (data Kemensos). Namun hingga saat ini belum ada kesepakatan yang jelas antara Malaysia dan Indonesia mengenai permasalahan ketenagakerjaan tersebut. Sehingga tidak jarang permasalahan tenaga kerja Indonesia digunakan sebagai komoditas politik antara kedua negara. Sayangnya forum kerjasama ASEAN tidak banyak digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan baik.

Potensi Pasar ASEAN

Picture 1, ASEAN Country Population


Table 1. GDP Growth ASEAN 5

Tabel 2, ASEAN 5 Export-Import Growth


Table 3, Inflation Average per years ASEAN 5

Dengan populasi penduduk sebesar kurang lebih 600 juta jiwa, stabilitas di kawasan ASEAN menjadi sangat penting saat ini. Selain itu kawasan ini merupakan jalur perdagangan dunia yang menghubungkan Pasifik, Timur Tengah dan Eropa. Dengan besaarnya populasi tersebut, ASEAN juga menjadi salah satu pasar yang sangat besar bagi perdagangan dunia. Selain itu pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN membuat masyarakat di kawasan tersebut memiliki permintaan yang besar bagi produk-produk internasional. Jika dilihat dari data pertumbuhan ekspor impor ASEAN-5 kita dapat menganalisa bahwa pertumbuhan impor negara-negara ASEAN-5 lebih besar dari pertumbuhan ekspornya. Hal ini menunjukkan bahwa ASEAN saat ini menjadi pasar yang banyak menyerap produk-produk perdagangan.

Besarnya permintaan negara-negara ASEAN terhadap produk impor menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi di kawasan ASEAN menjadi sangat penting bagi dunia yang sedang di dera resesi ekonomi saat ini. Pasar ASEAN dapat menjadi penyangga ekonomi bagi negara-negara industri untuk mengalihkan ekspor mereka dari eropa ke kawasan ASEAN dan Asia Pasifik.  Dan tentunya banyak pihak yang akan berharap bahwa sangat penting untuk menjaga stabilitas keamanan dan politik di ASEAN saat ini.

Pertumbuhan ekonomi ASEAN juga menjadi perhatian penting untuk mendukung perekonomian dunia. Terutama sekali dengan pembentukan MEA di tahun 2015 nanti. Pada tahun 2015, Kawasan ASEAN melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi pasar terbuka yang berbasis produksi, dimana aliran barang, jasa, dan investasi akan bergerak bebas. Perlu dipahami bahwa MEA berbeda dengan perjanjian perdagangan sebelumnya yang juga kontroversial, yaitu Perjanjian Perdagangan Bebas antara ASEAN dan China (CAFTA). Dalam CAFTA, yang difokuskan adalah pengurangan hambatan tarif dan non-tarif di bidang perdagangan barang (trade in goods).

Dalam MEA, tujuan yang hendak dicapai adalah penciptaan suatu pasar tunggal, yang mencakup perdagangan barang, perdagangan jasa (trade in services) termasuk tenaga kerja, maupun investasi. Apabila dalam perdagangan barang saja Indonesia sudah sulit bersaing, apalagi dalam perdagangan jasa dimana kualitas tenaga kerja kita masih di bawah negara-negara utama ASEAN. Dalam sektor jasa andalan seperti transportasi, pariwisata, keuangan, dan telekomunikasi pun, Indonesia masih mengandalkan penyediaan basis konsumen, namun masih kalah bersaing dalam hal produksi jasanya. Singkat kata, MEA justru jauh lebih berbahaya karena lingkupnya yang sangat komprehensif.

Di sisi lain, ASEAN juga sudah menandatangani perjanjian dengan raksasa ekonomi dunia, yakni China (2004), Korea (2006), Jepang (2008), Australia dan New Zealand (2009), dan India (2009). ASEAN menjadi motor East Asian Summit (EAS), dimana negara anggota EAS yaitu ASEAN 10 + 8 Mitra Dialog (China, Jepang, Korea, Australia, New Zealand, India, AS, dan Rusia). ASEAN juga sedang dalam proses perumusan Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement (RCEP) antara ASEAN dan enam negara mitra dagang utama, dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Uni Eropa. Bahkan RCEP (yang terdiri dari ASEAN plus 6) diproyeksikan akan menjadi blok perdagangan terbesar di dunia, mengalahkan AS, Uni Eropa, China, dan India.

Potensi Investasi

ASEAN masih memiliki potensi yang besar dalam menarik FDI.Berdasarkan laporan WIPS, disamping unsur pertumbuhan dan ukuran pasar, responden WIPS mengindikasikan bahwa terdapat beberapa negara ASEAN yang dianggap memiliki lokasi yang mendukung misalnya untuk pertumbuhan pasar, maka Indonesia, Thailand, dan Vietnam merupakan negara berkembang yang diminati. Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk kawasan ASEAN, investor lebih tertarik dengan pertumbuhan pasar dan tenaga kerja yang murah daripada ukuran pasar, kepastian supplier, lingkungan bisnis, keahlian, dan akses ke pasar modal.
Karena spentingnya meningkatkan perekonomian di kawasan ASEAN melalui penarikan investasi untuk masuk, maka forum kerjasama ASEAN membuat suatu kerjasama yaitu ASEAN Invesment Forum yang dimulai pada tanggal 16 November 2011 dan berlokasi di Nusa Dua, Bali, merupakan salah satu  side event  rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-19 yang bertujuan untuk menyiapkan institusi penanaman modal dalam memperbaiki iklim investasi di kawasan Asia Tenggara. Forum ini sangat penting karena akan mendukung terciptanya free flow of investment  dalam rangka mewujudkan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi sebagai salah satu komponen dari Komunitas Ekonomi ASEAN 2015.Terciptanya  free flow of investment merupakan salah satu tujuan dari  ASEAN Investment Forum. Untuk itu perlu dipetakan terlebih dahulu besarnya arus  Foreign Direct Investment(FDI) ke negara-negara ASEAN yang menjadi  proxydalam menghitung investasi yang masuk ke negara-negara ASEAN.

Terdapat beberapa topik penting yang dibahas dalam forum tersebut antara lain mengenai promosi investasi, pelayanan investasi, after-care for investment,  insentif fiskal dan non-fiskal,  co-investment,  dan Public-Private Partnership.Hasil pembahasan dalam forum itu menyatakan, terkait promosi investasi, disimpulkan bahwa kegiatan promosi investasi harus dilakukan secara terintegrasi oleh pemerintah pusat dan daerah. Fokus kegiatan promosi sebaiknya diarahkan pada negara-negara yang memiliki potensi outward investment yang tinggi dan kemajuan industri yang signifikan. Selain itu, diversifikasi sumber modal dipandang penting untuk meningkatkan kuantitas dana yang tersedia dan menurunkan resiko capital flight.

Table 4, Respondence Preference on WIPS


Terkait pelayanan investasi, Pelayanan Terpadu Satu Pintu  (one-stop service) merupakan salah satu bentuk innovasi yang signifikan dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dalam proses administrasi investasi. Mengenai  after-care for investment membahas mengenai kendala pada umumnya yang meliputi kerumitan birokrasi, sengketa antara pemegang saham dengan pemerintah, sengketa dengan masyarakat, dan kerusakan lingkungan. Sedangkan topik kontemporer investasi menyangkut insentif baik berupa fiskal dan non-fiskal yang berfungsi sebagai sweetener bagi para calon investor untuk menanamkan modalnya pada bidang usaha di dalam negeri.

Topik kelima adalah  co-investment mengangkat pentingnya peran pemerintah dalam membantu kegiatan investasi yang dilakukan sektor swasta baik dalam bentuk penyertaan modal, pembelian surat berharga maupun pemberian pinjaman untuk bidang-bidang usaha strategis yang membutuhkan dana yang besar dan berdampak signifikan bagi percepatan pembangunan ekonomi. Topik terakhir mengenai  Public-Private Partnership(PPP) yang bertujuan untuk menambah sumber dana, meningkatkan  economies of scaledan economies of scopeserta kesempatan untuk alih teknologi.

Potensi investasi yang cukup besar di ASEAN merupakan peluang yang harus dimanfaatkan oleh ASEAN. Namun ternyata kemudahan dan daya tarik investasi antar sesama negara ASEAN cukup beragam. Indonesia sendiri perlu lebih meningkatkan peringkat kemudahan investasi yang cukup rendah dibanding negara ASEAN lainnya. Negara sumber investasi di ASEAN yang tertinggi adalah negara di kawasan Uni Eropa yang saat ini tengah dilanda krisis, untuk mengantisipasi kemungkinan penurunan investasi yang masuk ke ASEAN karena krisis tersebut, ASEAN perlu menarik investasi yang lebih besardari kawasan lain. Hasil kesepakatan yang telah dicapai dalam ASEAN Investment Forum yang terkait dengan promosi investasi, pelayanan investasi,  after-care for investment,  insentif fiskal dan non-fiskal,  co-investment, danPublic-Private Partnershipsebagai langkah-langkah strategis dalam menarik investasi ke ASEAN , bila dilaksanakan dengan tepat akan dapat meningkatkan investasi ke kawasan ASEAN. Melalui ASEAN Investment Forum yang berperan secara intensif , diharapkan sesama negara ASEAN dapat saling membantu perkembangan investasi dan menjadikan kawasan ASEAN sebagai kawasan tujuan investasi utama.

Penyelesaian perselisihan ekonomi

Perang dagang antara Malaysia dan Indonesia mengenai bea ekspor CPO, dimana malaysia secara sepihak melanggar hasil pertemuan antara utusan menteri pertanian Indonesia dengan pihak malaysia yang bermaksud untuk membatasi kuota CPO.  Pembatasan kuota ini penting bagi produsen untuk melindungi industri kelapa sawit dan petani mereka.
Dalam persaingan dagang ini Malaysia menetapkan bea keluar turun 4,5 persen, dengan alasan Malaysia merespon penurunan harga CPO dengan mengurangi bea keluar mereka. Tentu saja keputusan ini mengecewakan Indonesia dimana sebelumnya kedua negara produsen CPO terbesar di dunia melakukan sebuah pertemuan untuk mengeluarkan kebijakan kuota CPO. Kebijakan Indonesia dalam menghadapi sikap Malaysia adalah dengan turut menurunkan biaya keluar CPO mereka sebesar 7,5% dari bea normal.
Selain itu terdapat persaingan harga terkait komoditas karet antara Thailand dan Indonesia, dimana akibat turunnya permintaan China terhadap komoditas karet membuat harga karet jatuh hingga 2,79 per kilogram. Indonesia yang juga menjadi salah satu produsen karet dunia mencoba bekerjasama dengan Thailand untuk melakukan kebijakan pembatasan ekspor terhadap karet. Namun hal ini ditanggapi dingin oleh Thailand dengan menginginkan harga karet tetap pada kisaran 2,5 US$ per kilogram. Tentu saja ini akan memberikan kerugian bagi perkebunan karet Indonesia.
Jika kita melihat dua kasus yang melibatkan beberapa negara pendiri ASEAN yang juga menjadi produsen komoditas CPO dan Karet terbesar di dunia, pada kenyataanya mereka juga tidak memiliki suara yang sama dalam hal kebijakan perdagangan. Penyelesaian persaingan dagang diantara negara-negara lebih banyak diselesaikan di lembaga internasional seperti WTO. Keterlibatan ASEAN dalam penyelesaian pertikaian dagang masih sangat lemah karena memang ASEAN masih belum dijadikan sebagai sebuah lembaga untuk menyelesaikan pertikaian baik dagang, dan politik yang terjadi di antara negara-negara anggota. Jika pun ASEAN sebagai lembaga negara-negara Asia Tenggara di libatkan hanya sebatas pertemuan multilateral yang membahas kesepakatan antar beberapa anggota terkait permasalahan tertentu dan tidak mengikat. Hal ini lah yang membuat lembaga ASEAN tidak menjadi pilihan bagi anggota-anggota dalam menyelesaikan sengketa mereka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar