Pendahuluan
Kawasan ASEAN memiliki posisi strategis
dalam peta perdagangan dunia saat ini. Selain sebagai kawasan yang menghasilkan
bahan mentah baik tambang juga bahan pangan dan perkebunan, Asean juga menjadi
kawasan yang memiliki populasi besar dan menjadi pasar bagi negara-negara
industri untuk memasarkan produknya. Besarnya potensi kawasan ASEAN untuk maju
juga menyebabkan timbulnya konflik diantara negara-negara ASEAN dan luar ASEAN.
Selain konflik politik yang masih sering terjadi di berbagai negara di ASEAN,
perebutan sumber daya energi dan pulau juga kerap muncul diantara negara-negara
ASEAN. Kita sebut saja konflik memperebutkan kepulauan spratley antara beberapa
negara seperti Malaysia, Vietnam, Philipina, Brunei dan China, menjadi sebuah
isu yang menimbulkan ketegangan diantara negara-negara tersebut. Selain itu
juga terdapat konflik klasik perebutan perbatasan dan perebutan pulau antara,
Indonesia dan Malaysia, Malaysia dan Filipina, Kamboja dan Thailand dll.
Kita masih ingat konflik rebutan kuil Preah
Vihear, sekitar 245 kilometer utara Phnom Penh. Ketegangan antara Kamboja dan
Thailand mulai memanas pada Juli, 2008 ketika kuil Preah Vihear ditetapkan
sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Padahal, kuil itu tengah menjadi rebutan
Phnom Penh dan Bangkok. Mahkamah Internasional PBB pada 1962 telah memutuskan
bahwa kuil Preah Vihear itu milik Kamboja. Namun Thailand mengklaim kepemilikan
lahan seluas 4,6 kilometer persegi yang dekat dengan kuil itu, yang memicu
gelaran senapan alteleri di sepanjang perbatasan serta bentrokan periodik
antara tentara Kamboja dan Thailand sehingga mengakibatkan korban jiwa di kedua
pihak.
Konflik lebih rumit adalah menyangkut
rebutan kedaulatan atas kawasan laut serta wilayah di kepulauan Paracel dan
Spratly di wilayah Laut China Selatan. China, Vietnam, Malaysia dan Brunei
Darussalam mengklaim memiliki kedua pulau tersebut. Sudah beberapa kali terjadi
baku tembak, terutama tentara China dan tentara Vietnam. Diduga di kawasan
tersebu menyimbang sumber daya alam.
Dan yang selalu hangat adalah perebutan
perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Rebutan batas wilayah darat dan laut
ini telah beberapa kali membuat aksi massa berbuntut pembakaran bendera kedua
negara. Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa mengatakan Asean masih mencari
jalan untuk menyelesaikan konflik Laut China Selatan, konflik perbatasan
RI-Malaysia maupun konflik rebutan kuil antara Thailand dan Kamboja.
Konflik lainnya yang juga turut mengancam
stabilitas kawasan adalah konflik politik didalam negeri masing-masing negara
ASEAN. Seperti yang masih terjadi di Indonesia, Thailand, Phipilina, Myanmar
dan Malaysia. Konflik ini terjadi karena mulai terbukanya sistem politik di
negara-negara ASEAN sehingga membuka peluang oposisi di masing-masing negara
ASEAN untuk dapat bersuara.
Sebagai contoh konflik yang terjadi antara
para pendukung Taksin matan perdana menteri Thailand dan Militer yang banyak
menimbulkan korban. Konflik antara oposisi malaysia dengan partai penguasa yang
juga turut menaikkan tensi chaos di malaysia. Selain itu Indonesia yang
merupakan salah satu negara demokrasi terbesar namun secara politik masih belum
stabil. Hal tersebut dapat terlihat dari besarnya konflik pemilihan kepala
daerah yang banyak terjadi di indonesia. Selain itu banyak kasus besar terjadi
di Indonesia yang sering dipolitisir dan berlarut-larut tanpa penyelesaian yang
baik sehingga menciptakan ketidak stabilan. Kita sebut saja kasus dugaan
korupsi Bank Century dan kasus Hambalang dimana banyak menyeret tokoh politik
besar di Indonesia, sehingga sampai saat ini pun hal tersebut belum
terselesaikan dengan baik.
Disatu sisi konflik yang terjadi diantara
negara ASEAN dapat mengancam stabilitas kawasan namun hal tersebut tidak banyak
mempengaruhi hubungan ekonomi yang terjadi diantara negara-negara ASEAN.
Kepentingan ekonomi akan lebih besar dibandingkan dengan penyelesaian konflik
dengan militer yang dapat merugikan banyak negara di kawasan tersebut. Namun
sayangnya konflik yang terjadi diantara negara-negara ASEAn jarang diselesaikan
di dalam forum bersama ASEAN namun lebih banyak memilih forum internasional
yang lebih besar seperti pengadilan sengketa di Denhag. Hal ini menunjukkan
lembaga kerjasama ASEAN masih belum memiliki peran kuat dalam melakukan
penyelesaian sengketa diantara para anggotanya.
Forum Kerjasama ASEAN
Kerjasama ASEAN dimulai sejak tahun 1967,
yang di prakarsai oleh lima negara yaitu Indonesia, Philipina, Thailand,
Malaysia, dan Singapura dengan dengan tujuan :
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan
sosial dan kebudayaan melalui usah-usah bersama berdasarkan semangat
kebersamaan, perekutuan, dan hidup damai di kalangan bangsa di Asia Tenggara.
2. Memajukan perdamaian dan stabilitas regional
dengan jalan saling menghormati keadilan tata tertib hukum dalam hubungan antar
negaradi Asia Tenggara.
3. Meningkatkan kerjasama secara aktif dan
saling membantu dalam hal-hal yang menjadi kepentingan bersama dalam bidang
ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi.
4. Memberikian bantuan satu sama lain dalam
fasilitas-fasilitas latihan dan penelitian di sektor-sektor pendidikan,
profesi, teknik, dan administrasi.
5. Bekerja sama secara efektif dalam
memanfaatkan potensi pertanian dan industri, perluasan perdagangan, perbaikan
fasilitas-fasilitas komunikasi.
Tujuan lainnya adalah ASEAN dapat menjadi
forum negara-negara kawasan asia tenggara untuk dapat menyelesaikan konflik
mereka secara damai melalui dialog. Dikarenakan sebelum pembentukan ASEAN,
negara dikawasan tersebut terkurung oleh konflik antar negara dan juga terjebak
diantara dua ideologi besar dunia, sehingga pada waktu itu negara-negara di
kawasan ASEAN semakin terpecah-pecah. Kawasan ASEAN menjadi kawasan yang
menjadi tempat pertempuran antara blok timur dan barat yang kita kenal dengan
proxy war. Pembentukan ASEAN juga menandai perdamaian yang terjadi diantara
Indonesia dan Malaysia terkait konflik ditahun 60-an akibat penolakan Sukarno terhadap pembentukan
negara Federasi Malaysia yang dilihat sebagai negara boneka inggris.
Setelah berakhirnya perang dingin, kawasan
ASEAN masuk dalam tahap baru hubungan multilateral. Walaupun disatu sisi banyak
negara-negara ASEAN yang masih dalam kendali kedikatoran dan milteristik, namun
dengan semakin mengglobalnya informasi dunia juga menyebarkan pengetahuan
mengenai demokrasi barat dikawasan ini. hal ini Berdampak pada mulai
bergantinya rezim-rezim kedikatatoran di negara-negara ASEAN.
Semakin terbukanya negara-negara di ASEAN
meningkatkan peluang negara-negara dikawasan tersebut untuk dapat melakukan
kerjasama ekonomi diantara mereka dan negara-negara diluar kawasan asia
tanggara. Hal ini semakin mendorong pertumbuhan tingkat perekonomian negara dan
kawasan. Perkembangan tersebut juga menciptakan permasalahan baru, konflik yang
terjadi saat ini bukan hanya mengenai penguasaan teritorial diatara para
anggota namun juga konflik perdagangan.
Seperti yang kita tahu terdapat perbedaan
yang signifikan antara kondisi ekonomi dan kemajuan diantara negara-negara
ASEAN. Singapura dan Malaysia contohnya, merupakan negara pulau yang sangat
maju jika dibandingkan dengan negara tetangganya Indonesia dan Filipina.
perbedaan kesejahteraan ini banyak mendorong arus tenaga kerja Indonesia maupun
Filipina untuk bekerja di kedua negara tersebut. Hal ini mendorong timbulnya
permasalahan ketenaga kerjaan yang merumitkan hubungan antar negara. Sebagai
contoh hampir 300 orang tenaga kerja Indonesia setiap minggunya di deportasi
dari Malaysia melalui Riau (data Kemensos). Namun hingga saat ini belum ada
kesepakatan yang jelas antara Malaysia dan Indonesia mengenai permasalahan
ketenagakerjaan tersebut. Sehingga tidak jarang permasalahan tenaga kerja Indonesia
digunakan sebagai komoditas politik antara kedua negara. Sayangnya forum
kerjasama ASEAN tidak banyak digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini
dengan baik.
Potensi Pasar ASEAN
Picture 1, ASEAN Country Population
Table 1. GDP Growth ASEAN 5
Tabel 2, ASEAN 5 Export-Import Growth
Table 3, Inflation Average per years ASEAN 5
Dengan populasi penduduk sebesar kurang
lebih 600 juta jiwa, stabilitas di kawasan ASEAN menjadi sangat penting saat
ini. Selain itu kawasan ini merupakan jalur perdagangan dunia yang
menghubungkan Pasifik, Timur Tengah dan Eropa. Dengan besaarnya populasi
tersebut, ASEAN juga menjadi salah satu pasar yang sangat besar bagi perdagangan
dunia. Selain itu pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN membuat masyarakat di
kawasan tersebut memiliki permintaan yang besar bagi produk-produk
internasional. Jika dilihat dari data pertumbuhan ekspor impor ASEAN-5 kita
dapat menganalisa bahwa pertumbuhan impor negara-negara ASEAN-5 lebih besar
dari pertumbuhan ekspornya. Hal ini menunjukkan bahwa ASEAN saat ini menjadi
pasar yang banyak menyerap produk-produk perdagangan.
Besarnya permintaan negara-negara ASEAN
terhadap produk impor menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi di kawasan ASEAN
menjadi sangat penting bagi dunia yang sedang di dera resesi ekonomi saat ini.
Pasar ASEAN dapat menjadi penyangga ekonomi bagi negara-negara industri untuk
mengalihkan ekspor mereka dari eropa ke kawasan ASEAN dan Asia Pasifik. Dan tentunya banyak pihak yang akan berharap
bahwa sangat penting untuk menjaga stabilitas keamanan dan politik di ASEAN
saat ini.
Pertumbuhan ekonomi ASEAN juga menjadi
perhatian penting untuk mendukung perekonomian dunia. Terutama sekali dengan
pembentukan MEA di tahun 2015 nanti. Pada tahun 2015, Kawasan ASEAN melalui
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi pasar terbuka yang berbasis
produksi, dimana aliran barang, jasa, dan investasi akan bergerak bebas. Perlu
dipahami bahwa MEA berbeda dengan perjanjian perdagangan sebelumnya yang juga
kontroversial, yaitu Perjanjian Perdagangan Bebas antara ASEAN dan China
(CAFTA). Dalam CAFTA, yang difokuskan adalah pengurangan hambatan tarif dan
non-tarif di bidang perdagangan barang (trade in goods).
Dalam MEA, tujuan yang hendak dicapai adalah
penciptaan suatu pasar tunggal, yang mencakup perdagangan barang, perdagangan
jasa (trade in services) termasuk tenaga kerja, maupun investasi. Apabila dalam
perdagangan barang saja Indonesia sudah sulit bersaing, apalagi dalam
perdagangan jasa dimana kualitas tenaga kerja kita masih di bawah negara-negara
utama ASEAN. Dalam sektor jasa andalan seperti transportasi, pariwisata,
keuangan, dan telekomunikasi pun, Indonesia masih mengandalkan penyediaan basis
konsumen, namun masih kalah bersaing dalam hal produksi jasanya. Singkat kata,
MEA justru jauh lebih berbahaya karena lingkupnya yang sangat komprehensif.
Di sisi lain, ASEAN juga sudah
menandatangani perjanjian dengan raksasa ekonomi dunia, yakni China (2004),
Korea (2006), Jepang (2008), Australia dan New Zealand (2009), dan India
(2009). ASEAN menjadi motor East Asian Summit (EAS), dimana negara anggota EAS
yaitu ASEAN 10 + 8 Mitra Dialog (China, Jepang, Korea, Australia, New Zealand,
India, AS, dan Rusia). ASEAN juga sedang dalam proses perumusan Regional
Comprehensive Economic Partnership Agreement (RCEP) antara ASEAN dan enam
negara mitra dagang utama, dan Comprehensive Economic Partnership Agreement
(CEPA) dengan Uni Eropa. Bahkan RCEP (yang terdiri dari ASEAN plus 6)
diproyeksikan akan menjadi blok perdagangan terbesar di dunia, mengalahkan AS,
Uni Eropa, China, dan India.
Potensi Investasi
ASEAN masih memiliki potensi yang besar
dalam menarik FDI.Berdasarkan laporan WIPS, disamping unsur pertumbuhan dan
ukuran pasar, responden WIPS mengindikasikan bahwa terdapat beberapa negara
ASEAN yang dianggap memiliki lokasi yang mendukung misalnya untuk pertumbuhan
pasar, maka Indonesia, Thailand, dan Vietnam merupakan negara berkembang yang
diminati. Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk kawasan ASEAN, investor lebih
tertarik dengan pertumbuhan pasar dan tenaga kerja yang murah daripada ukuran
pasar, kepastian supplier, lingkungan bisnis, keahlian, dan akses ke pasar
modal.
Karena spentingnya meningkatkan perekonomian
di kawasan ASEAN melalui penarikan investasi untuk masuk, maka forum kerjasama
ASEAN membuat suatu kerjasama yaitu ASEAN Invesment Forum yang dimulai pada
tanggal 16 November 2011 dan berlokasi di Nusa Dua, Bali, merupakan salah satu side event
rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-19 yang bertujuan untuk
menyiapkan institusi penanaman modal dalam memperbaiki iklim investasi di
kawasan Asia Tenggara. Forum ini sangat penting karena akan mendukung
terciptanya free flow of investment
dalam rangka mewujudkan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi
sebagai salah satu komponen dari Komunitas Ekonomi ASEAN 2015.Terciptanya
free flow of investment merupakan salah satu tujuan dari ASEAN Investment Forum. Untuk itu perlu
dipetakan terlebih dahulu besarnya arus
Foreign Direct Investment(FDI) ke negara-negara ASEAN yang menjadi proxydalam menghitung investasi yang masuk ke
negara-negara ASEAN.
Terdapat beberapa topik penting yang dibahas
dalam forum tersebut antara lain mengenai promosi investasi, pelayanan
investasi, after-care for investment,
insentif fiskal dan non-fiskal,
co-investment, dan Public-Private
Partnership.Hasil pembahasan dalam forum itu menyatakan, terkait promosi
investasi, disimpulkan bahwa kegiatan promosi investasi harus dilakukan secara
terintegrasi oleh pemerintah pusat dan daerah. Fokus kegiatan promosi sebaiknya
diarahkan pada negara-negara yang memiliki potensi outward investment yang
tinggi dan kemajuan industri yang signifikan. Selain itu, diversifikasi sumber modal
dipandang penting untuk meningkatkan kuantitas dana yang tersedia dan
menurunkan resiko capital flight.
Table 4, Respondence Preference on WIPS
Terkait pelayanan investasi, Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (one-stop service)
merupakan salah satu bentuk innovasi yang signifikan dalam rangka meningkatkan
pelayanan publik dalam proses administrasi investasi. Mengenai after-care for investment membahas mengenai
kendala pada umumnya yang meliputi kerumitan birokrasi, sengketa antara
pemegang saham dengan pemerintah, sengketa dengan masyarakat, dan kerusakan
lingkungan. Sedangkan topik kontemporer investasi menyangkut insentif baik
berupa fiskal dan non-fiskal yang berfungsi sebagai sweetener bagi para calon
investor untuk menanamkan modalnya pada bidang usaha di dalam negeri.
Topik kelima adalah co-investment mengangkat pentingnya peran
pemerintah dalam membantu kegiatan investasi yang dilakukan sektor swasta baik
dalam bentuk penyertaan modal, pembelian surat berharga maupun pemberian
pinjaman untuk bidang-bidang usaha strategis yang membutuhkan dana yang besar
dan berdampak signifikan bagi percepatan pembangunan ekonomi. Topik terakhir
mengenai Public-Private Partnership(PPP)
yang bertujuan untuk menambah sumber dana, meningkatkan economies of scaledan economies of scopeserta
kesempatan untuk alih teknologi.
Potensi investasi yang cukup besar di ASEAN
merupakan peluang yang harus dimanfaatkan oleh ASEAN. Namun ternyata kemudahan
dan daya tarik investasi antar sesama negara ASEAN cukup beragam. Indonesia
sendiri perlu lebih meningkatkan peringkat kemudahan investasi yang cukup
rendah dibanding negara ASEAN lainnya. Negara sumber investasi di ASEAN yang
tertinggi adalah negara di kawasan Uni Eropa yang saat ini tengah dilanda
krisis, untuk mengantisipasi kemungkinan penurunan investasi yang masuk ke
ASEAN karena krisis tersebut, ASEAN perlu menarik investasi yang lebih
besardari kawasan lain. Hasil kesepakatan yang telah dicapai dalam ASEAN
Investment Forum yang terkait dengan promosi investasi, pelayanan
investasi, after-care for
investment, insentif fiskal dan
non-fiskal, co-investment,
danPublic-Private Partnershipsebagai langkah-langkah strategis dalam menarik
investasi ke ASEAN , bila dilaksanakan dengan tepat akan dapat meningkatkan
investasi ke kawasan ASEAN. Melalui ASEAN Investment Forum yang berperan secara
intensif , diharapkan sesama negara ASEAN dapat saling membantu perkembangan
investasi dan menjadikan kawasan ASEAN sebagai kawasan tujuan investasi utama.
Penyelesaian perselisihan ekonomi
Perang dagang antara Malaysia dan Indonesia
mengenai bea ekspor CPO, dimana malaysia secara sepihak melanggar hasil
pertemuan antara utusan menteri pertanian Indonesia dengan pihak malaysia yang
bermaksud untuk membatasi kuota CPO.
Pembatasan kuota ini penting bagi produsen untuk melindungi industri
kelapa sawit dan petani mereka.
Dalam persaingan dagang ini Malaysia
menetapkan bea keluar turun 4,5 persen, dengan alasan Malaysia merespon
penurunan harga CPO dengan mengurangi bea keluar mereka. Tentu saja keputusan
ini mengecewakan Indonesia dimana sebelumnya kedua negara produsen CPO terbesar
di dunia melakukan sebuah pertemuan untuk mengeluarkan kebijakan kuota CPO.
Kebijakan Indonesia dalam menghadapi sikap Malaysia adalah dengan turut
menurunkan biaya keluar CPO mereka sebesar 7,5% dari bea normal.
Selain itu terdapat persaingan harga
terkait komoditas karet antara Thailand dan Indonesia, dimana akibat turunnya
permintaan China terhadap komoditas karet membuat harga karet jatuh hingga 2,79
per kilogram. Indonesia yang juga menjadi salah satu produsen karet dunia mencoba
bekerjasama dengan Thailand untuk melakukan kebijakan pembatasan ekspor
terhadap karet. Namun hal ini ditanggapi dingin oleh Thailand dengan
menginginkan harga karet tetap pada kisaran 2,5 US$ per kilogram. Tentu saja
ini akan memberikan kerugian bagi perkebunan karet Indonesia.
Jika kita melihat dua kasus yang
melibatkan beberapa negara pendiri ASEAN yang juga menjadi produsen komoditas
CPO dan Karet terbesar di dunia, pada kenyataanya mereka juga tidak memiliki
suara yang sama dalam hal kebijakan perdagangan. Penyelesaian persaingan dagang
diantara negara-negara lebih banyak diselesaikan di lembaga internasional
seperti WTO. Keterlibatan ASEAN dalam penyelesaian pertikaian dagang masih
sangat lemah karena memang ASEAN masih belum dijadikan sebagai sebuah lembaga
untuk menyelesaikan pertikaian baik dagang, dan politik yang terjadi di antara
negara-negara anggota. Jika pun ASEAN sebagai lembaga negara-negara Asia
Tenggara di libatkan hanya sebatas pertemuan multilateral yang membahas
kesepakatan antar beberapa anggota terkait permasalahan tertentu dan tidak
mengikat. Hal ini lah yang membuat lembaga ASEAN tidak menjadi pilihan bagi
anggota-anggota dalam menyelesaikan sengketa mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar