Senin, 06 Januari 2014

PRILAKU KORUPSI DAN HAMBATANNYA TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI INDONESIA


oleh : Satria Kusuma Diyuda
Pendahuluan
Korupsi, penyuapan dan pungutan liar merupakan sebuah hal yang umum terjadi di Indonesia. Bahkan banyak rezim di Indonesia jatuh maupun berganti akibat isu korupsi dan mengakibatkan gejolak besar di masyarakat yang merasa tertindas. Kejatuhan orde lama merupakan dampak dari krisis ekonomi dan besarnya sentiment buruk rakyat terhadap cabinet pemerintahan Sukarno yang dituduh banyak menyelewengkan anggaran negara bukan untuk kesejahteraan rakyat. Bahkan badan pemberantasan korupsi yang dibentuk oleh Presiden tidak mampu untuk melaksanakan program pemberantasan korupsi dikarenakan besarnya tentangan dari pejabat orde lama[1] . Begitu juga dimasa rezim Suharto yang otoriter dan militeristik, dimana banyak terjadi praktek-praktek korupsi dan penyuapan. Militer dan pejabat orde baru yang banyak mendapatkan keuntungan pada waktu rezim Orde Baru berkuasa.
Sewaktu kejatuhan Suharto di tahun 1998, para aktivis yang menentang pemerintahan Suharto menyerukan jargon menolak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) untuk membangkitkan perlawanan masyarakat terhadap pemerintah Orde Baru. Namun sayangnya setelah perubahan dramatis yang terjadi di Indonesia, tindak pidana korupsi, penyuapan dan pungutan liar malah semakin merebak. Sebelum jatuhnya Suharto, pola korupsi dan penyelewengan keuangan negara hanya terjadi pada tingkat eksekutif, namun setelah pergantian rezim, pola korupsi merata dan hamper terjadi di eksekutif, legislative hingga lembaga yudikatif. Hal ini merupakan dampak dari terjadinya pembagian kekuasaan, terutama sekali ketika legislative memiliki peran yang kuat dalam penentuan anggaran negara.
Selain itu, korupsi, penyelewangan anggaran, penyuapan dan pungutan liar juga banyak terjadi di daerah-daerah di Indonesia yang merupakan dampak dari pelaksanaan otonomi daerah (UU 32 tahun 2004). Kekuasaan pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan pembangunnannya semakin besar, otomatis terjadi banyak penyalahgunaan kekuasaan terkait penggunaan anggaran, dan penarikan biaya lebih untuk izin usaha bagi pengusaha yang membangun bisnisnya di suatu daerah.
Gambaran Korupsi di Indonesia
Sejak di susunnya UU MD3 yang memperluas peranan DPR dalam mengawasi pemerintah, kewenangan DPR semakin besar dan tertuang dalam tiga fungsi DPR yaitu, legislasi; pembuatan anggaran, dan pengawasan terhadap eksekutif. Dengan semakin besarnya kekuasaan DPR, secara otomatis kebijakan-kebijakan krusial pemerintah harus mendapatkan persetujuan DPR, terutama terkait anggaran. Pada awal pembentukan UU MD3 ini adalah untuk meningkatakn pengawasan terkait besarnya penyalahgunaan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah, namun dalam perjalanannya yang terjadi banyak anggota DPR turut terlibat dalam penyalahgunaan anggaran tersebut.
Menjadi sebuah rahasia umum, untuk menyetujui sebuah kebijakan program pemerintah semisal infrastruktur jalan, departemen terkait harus memberikan fee sebesar 15%-17% dari total anggaran yang diajukan pemerintah[2]. Korupsi yang terjadi pada level ini merupakan korupsi yang dilakukan melalui penyalahgunaan wewenang kekuasaan atas anggaran. Dan ketika projek tersebut disetujui bukan berarti tindak pidanan korupsi selesai, biasanya pemerintah turut memarkup project tersebut dan seterusnya sehingga tindak pidana korupsi dilakukan oleh semua pihak.
Tabel 1, Corruption Perception Index 2012
Ratings
Country
Score
94
Snegal
36
102
Tanzania
35
113
Guatemala
33
113
Timor Leste
33
118
Indonesia
32
118
Madagaskar
32
118
Equador
32
123
Sierra Leon
31
128
Togo
30
130
Pantai gading
29

Sedangkan bagi para investor yang ingin berinvestasi pada proyek yang telah direncanakan dalam anggaran negara, biasanya mereka diharuskan membayar fee untuk memenangkan tender sebuah proyek kepada pejabat pemerintah yang memiliki kuasa untuk menentukan pemenang sebuah proyek. Hal ini terjadi pada kasus korupsi Pusat pembinaan Atlet Hambalang di bogor, kasus Bupati Buol di Maluku dan beberapa kasus korupsi lainnya. Dimana para pengusaha dan investor turut terlibat dalam tindak pidana ini melalui proses penyuapan untuk memenangkan tender proyek dan penyuapan untuk mendapatkan izin usaha.
Masifnya tindakan korupsi, penyuapan dan pungutan liar yang terjadi di Indonesia, membuat terjadinya perlambatan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan di Indonesia. Hal ini juga turut menghambat arus investasi langsung dari investor asing yang berencana masuk ke Indonesia. Hal ini dikarenakan selain besarnya biaya membangun usaha di Indonesia, juga terkait banyak investor asing yang tidak mengerti akan budaya birokrasi dan penyuapan untk izin di Indonesia. Tidak heran jika merebaknya korupsi di Indonesia membuat persepsi indeks korupsi Indonesia berada pada peringkat 118. Sedangkan di antara negara ASEAN, Indonesia berada pada urutan ke 6 dibawah Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand dan Filipina.
Tindakan Korupsi yang Terjadi
Table 2, Type of Corruption Case in Indonesia
Type of case
2009
2010
2011
2012
2013
Procurement
16
16
10
8
2
Licensing
1
0
0
0
3
Bribery
12
19
25
34
27
Illegal Levies
0
0
0
0
0
Budget Abuse
8
5
4
3
0
Money Laundry
0
0
0
1
3
Total Case
37
40
39
46
35

Di Indonesia, terdapat banyak jenis korupsi, bahkan pencucian uang, penyuapan, dan pungutan liar juga termasuk dalam beberapa jenis korupsi. Sebenarnya korupsi di Indonesia terjadi dibanyak lini, mulai dari level masyarakat bawah hingga para pejabat. Di level paling bawah, korupsi banyak terjadi pada pengurusan administrasi kependudukan, ijin mengemudi hingga pencatatan perkawinan oleh pengadilan agama, dan hampir semua masyarakat Indonesia pernah melakukan tindakan ini. Sebagai contoh, pengurusan ijin untuk mendapatkan KTP, masyarakat Indonesia harus mengeluarkan uang sebesar RP. 15.000 hingga Rp. 300.000 untuk mendapatkan sebuah KTP yang seharusnya gratis. Banyak alasan maupun argument dari masyarakat atas biaya pembuatan KTP ini mulai dari sekedar sebagai hadiah untuk pejabat pengurus KTP, hingga memang dipaksa untuk membayar agar seseorang dapat memperoleh KTP.
Di level pengusaha, penyuapan dan pungutan liar terjadi terkait untuk mendapatkan izin usaha, HGU (perkebunana), IMB dan lain sebagainya. Untuk mempermudah dan mempercepat jalannya sebuah usaha, biasanya para pengusaha local membangun relasi dengan para pejabat local hingga tingkat pusat. Biasanya para pejabat yang menguasai suatu ijin tertentu atau mengetahui jalur perijinan usaha akan memberikan bantuan kepada pengusaha untuk mendapatkan sebuah ijin dengan fee tertentu, atau biasanya relasi yang terjadi, para pengusaha sering memberikan hadiah tidak hanya berupa materi tetapi juga memberikan peluang kerja kepada keluarga para pejabat tersebut (kolusi) ataupun kesepakatan-kesepakatan lain.
Otonomi Daerah dan Peningkatan Prilaku Korupsi
                                            Tabel 3, Corruption Investigate by Province        [3]
No
Province
2012
2013
No
Province
2012
2013
1
Aceh
0
0
10
Central Java
5
0
2
North Sumatera
0
3
11
East Java
0
0
3
South Sumatera
0
0
12
West Nusa Tenggara
0
0
4
Riau and Riau Island
13
3
13
South Kalimantan
0
0
5
Bengkulu
2
4
14
East Kalimantan
0
0
6
Lampung
0
0
15
North Sulawesi
1
0
7
Banten
1
0
16
Central Sulawesi
4
0
8
DKI Jakarta
20
17
17
South Sulawesi
0
0
9
West Java
2
8
18
Papua
0
0

Semenjak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, dimana kekuasaan daerah sangat besar dalam menentukan kebijakan publik, ternyata malah semakin memperlebar tindakan korupsi hingga ke daerah-daerah. Berdasarkan data KPK pada tahun 2013 terdapat 35 kasus korupsi dibeberapa daerah yang di tangani oleh KPK. Sedangkan pada tahun sebelumnya terdapat 48 kasus korupsi yang sedang ditangani oleh KPK. Banyaknya tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh KPK menunjukkan bahwa aktivitas penyelewengan yang dilakukan oleh pemerintah daerah cukup besar setiap tahunnya. Selain itu terdapat juga data mengenai jumlah pengaduan masyarakat terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan aparat daerah. Pada tahun 2011 terdapat sebanyak 6321 dan ditahun 2012 sebanyak 6100 pengaduan masyarakat terkait tindakan korupsi didaerah.
Tabel 4, Public Complain on Corruption by Region[4]
No
Province
2011
2012
No
Province
2011
2012
1
Aceh
90
87
17
West Nusatenggara
92
90
2
North Sumatera
573
536
18
East Nusatenggara
116
103
3
Riau and Riau Island
241
236
19
West Kalimantan
99
103
4
Sumatera Barat
103
142
20
Central Kalimantan
114
105
5
Jambi
147
161
21
South Kalimantan
73
76
6
Bengkulu
123
132
22
East Kalimantan
172
157
7
Bangka Blitung Islands
49
25
23
North Sulawesi
87
98
8
South Sumetera
268
308
24
Gorontalo
46
44
9
Lampung
147
101
25
West Sulawesi
24
43
10
Banten
139
125
26
Central Sulawesi
51
41
11
DKI Jakarta
1263
1164
27
South Sulawesi
208
166
12
West Java
594
560
28
South east Sulawesi
72
71
13
Central Java
376
379
29
North Maluku
73
53
14
Yogyakarta
97
83
30
Maluku
91
85
15
East Java
545
633
31
West Papua
64
45
16
Bali
95
73
32
Papua
89
75

Prilaku korupsi yang terjadi di daerah terkait dengan kegiatan investasi banyak berupa perijinan penggunaan lahan, perijinan tambang, pajak, perijinan usaha dan lain sebagainya. Terutama aktivitas korupsi terjadi didaerah-daerah yang kaya akan sumberdaya alam, seperti Sumatera, Papua, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Banyak investor yang melakukan usaha dibeberapa provinsi di Indonesia, terutama sector pertambangan dan perkebunan turut melakukan praktek penyuapan agar dapat memuluskan perijinan investasi disuatu daerah.  Namun terkadang terdapat dampak susulan yang biasanya akan terjadi semisal konflik lahan dengan penduduk setempat yang lahan adat mereka ternyata diklaim oleh pemerintah sebagai lahan yang diperuntukkan bagi investor perkebunan dan pertambangan. Sehingga penting bagi para investor untuk mengetahui daerah, masyarakat dan system birokrasi daerah tempat mereka berinvestasi.
Kebijakan Pemerintah memberantas Korupsi
Sejak era kepresidenan Megawati, pemerintah telah membentuk badan khusus untuk menangani tindak pidana korupsi yaitu KPK, dengan disahkannya UU no 30 tahun 2002. Pembentukan KPK didasarkan atas tidak efektifnya lembaga hukum (Kepolisian dan Kejaksaan) dibawah pemerintah dalam menangani korupsi yang terjadi. Hal ini juga karena banyaknya oknum kepolisian dan kejaksaan hingga hakim yang terlibat dalam tindak pidanan korupsi.
Ketika dibentuk, KPK memiliki tugas utama yaitu:
1.      Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
2.      Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
3.      Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
4.      Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5.      Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Selain itu pada priode 2009-2014, ada usul inisiatif untuk merivisi UU KPK dengan tujuan memperkuat dan memperluas kewenangan KPK. Namun terjadi banyak polemic pada pembahasan revisi undang-undang tersebut. Disatu sisi banyak yang melihat bahwa revisi UU KPK akan memperlemah KPK dikarenakan adanya niat untuk memangkas kewenangan KPK. Ada juga beberapa pihak yang ingin menguatkan KPK dengan memberikan kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan atas inisiatif sendiri untuk memantau pihak-pihak yang dicurigai melakukan tindak pidana korupsi. Usulan ini banyak ditentang oleh anggota dewan yang beralasan melanggar hak privasi masyarakat dan kemungkinan KPK dapat dijadikan alat penguasa untuk menghancurkan orang-orang yang dianggap berlawanan dengan kebijakan atau tujuan penguasa. Hingga pada Oktober 2012, Badan Legislatif DPR RI kemudian memutuskan untuk menghentikan pembahasan revisi UU KPK karena dinilai banyak polemic yang terjadi di masyarakat[5].
Selain itu di tahun 2004, pemerintah mengeluarkan peraturan berupa instruksi Presiden nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Tujuan dan maksud dari Inpres Nomor 5 Tahun 2004, yaitu untuk mempercepat pemberantasan korupsi di Indonesia. Instruksi presiden tersebut berisi perintah kepada jajaran cabinet SBY dan pemerintah daerah untuk membantu KPK dalam mempercepat penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia[6].
Namun begitu karena masifnya prilaku korup yang terjadi di Indonesia, hingga saat ini masih banyak kasus-kasus korupsi yang masih belum terselesaikan dengan baik. Belum lagi terhadap kasus-kasus korupsi yang di indikasikan melibatkan pejabat maupun keluarga pejabat tingkat tinggi di Jakarta seperti kasus Century, Impor daging, pajak dan lainnya. Sulitnya memberantas korupsi di Indonesia juga dikarenakan banyaknya kepentingan pejabat politik dalam mempertahankan kekuasaannya baik di pusat hingga daerah. Sehingga banyak kasus hukum terkait korupsi yang dialihkan menjadi konflik politik.
DPR sendiri juga turut berperan dalam melakukan pemberantasan korupsi, yaitu dengan membentuk Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang terdiri dari Sembilan anggota dan berasal dari anggota Fraksi-Fraksi di DPR. Tugas utama dari BAKN adalah menganalisa hasil audit BPK terkait penggunaan anggaran negara oleh Kementrian dan pemerintah daerah. Namun sayangnya pengaruh BAKN dalam menentukan kebijakan penghukuman terkait penyalah gunaan anggaran negara masih belum maksimal.
Penutup
Prilaku korupsi yang terjadi di Indonesia semakin luas terjadi baik dipemerintahan pusat hingga daerah. Hal ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan indeks persepsi korupsi paling tinggi. Selain itu prilaku korupsi di Indonesia juga berakibat kepada hambatan yang cukup besar terhadap investasi langsung di daerah-daerah. Hambatan tersebut berupa besarnya biaya yang dibutuhkan untuk membangun sebuah usaha di Indonesia oleh investor. Selain itu juga ketidak jelasan birokrasi perijinan juga turut menjadi permasalahan bagi dunia investasi di Indonesia.
Walaupun pemerintah dan DPR telah membuat banyak kebijakan untuk mengurangi tindak korupsi di Indonesia, namum kenyataan di lapangan banyak implementasi dari peraturan dan kebijakan melawan korupsi tidak berjalan dengan baik. Hal ini juga dikarenakan kepentingan para pejabat politik dan pemerintah (pusat dan daerah) untuk dapat mempertahankan kekuasaan mereka dengan menarik keuntungan lebih dari penggelapan anggaran negara hingga pungutan liar terhadap para pengusaha.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar