Senin, 24 November 2014

Analisa Peta Koalisi Partai setelah PILEG 2014


NB: Tulisan ini dibuat pada tanggal 9 April 2014, namun baru dapat dipublikasi pada 24/11/2014

Pemilu 2014 merupakan pemilu yang menentukan bagi masa depan Indonesia untuk lima atau mungkin 10 tahun mendatang. Selain itu pemilu kali ini juga merupakan pemilu yang menentukan regenerasi kepemimpinan muda. Walaupun pada sisi legislatif hampir 90% Caleg merupakan anggota DPR RI lama namun untuk calon Presiden Indonesia memiliki banyak calon muda yang siap menuju RI 1.
Bagi partai-partai penguasa, pemilu kali ini merupakan pertempuran untuk mempertahankan kebijakan dan kekuasaan mereka yang 10 tahun sudah berjalan. Sedangkan bagi partai-partai oposisi dan baru, kesempatan 5 tahun ini menjadi momentum untuk mengambil posisi sebagai pengambil kebijakan Indonesia kedepan. Namun pertarungan pemilu bukanlan pertarungan yang mudah, bagi partai-partai oposisi, pemilu 2014 seperti sebuah hari besar keagamaan, selama 10 tahun berpuasa akan kuasa dan bekerja menarik simpati, menelurkan ide kebijakan dan sebagainya, saat ini menjadi saat pembuktian apakah sikap dan strategi mereka selama 10 tahun bekerja diluar pemerintahan diterima oleh masyarakat atau tidak.
Namun begitu dalam sejarahnya selama era reformasi pola kekuasaan eksekutif maupun legislatif di Indonesia bukan merupakan suatu kekuasaan yang kaku dimana selalu ada partai mayoritas pemenang yang menguasai eksekutif maupun legislatif, bentuk politik Indonesia merupakan proses politik negosiasi dan kompromi. Untuk itu hasil pemilu menjadi alat untuk menentukan strategi bagi partai-partai apakah bergabung di pemerintahan dan koalisi di parlemen atau mencoba bertahan sebagai oposisi. Pentingnya perolehan suara pada pemilu legislatif dapat menjadi pertimbangan oleh partai-partai dalam menentukan strategi mereka kedepan. Strategi tersebut dapat termasuk menentukan Calon Presiden, Wakil Presiden ataupun posisi menteri-menteri jika bergabung dalam kabinet koalisi nanti.
Pada pemilu 2004, Golkar menjadi partai yang memiliki perolehan suara tersbesar disusul oleh PDI Perjuangan dan PKB. Posisi perolehan suara pemilu legislatif ini kemudian dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh partai untuk membnetuk sebuah koalisi untuk dapat memajukan calon presiden mereka. pada pemilu 2004 hanya ada lima partai peserta pemilu yang dapat memajukan calon mereka sebagai Kandidat Capres yaitu seperti PDIP, Golkar, Demokrat, PAN, dan PPP. Pada putaran pertama pemilu Presiden terdapat beberapa gabungan partai yang mendukung beberapa calon presiden.

Persentase 10 Partai Pemenang Pemilu Tahun 2004

Perolehan Kursi Parlemen 2004



Koalisi Partai dalam Pemilu Presiden 2004


Pada putaran kedua Pilpres, terdapat dua calon presiden yang dapat mengikuti pemilihan selanjutnya, yaitu Megawati-HNW dan SBY-JK. Dari hasil tersebut kemudian terbentuk kembali formasi koalisi partai-partai pendukung yaitu:
Koalisi Partai dalam Pemilu 2004 Putaran II



Setelah pemilu presiden DPR kemudian terbagi menjadi 3 faksi yang terdiri dari koalisi kerakyatan terdiri dari partai-partai pendukung pemerintahan, sedangkan pada sisi oposisi terdapat koalisi kebangsaan yang mendukung Megawati-Hasyim, sedangkan PKB dan PAN mengambil sikap netral. Sekali lagi pola relasi politik di Indonesia lebih didasarkan negosiasi hingga pada akhirnya koalisi oposisi yang di bangun oleh PDIP kemudian runtuh.
Pasca Koalisi Kebangsaan setelah pemilu 2004



Pada Pemilu 2009
Pada pemilu 2009 pun, proses politik negosiasi dan kompromi menjadi warna dalam penentuan koalisi. Pada awal pemilu Presiden Golkar berkoalisi bersama Hanura medorong JK-Wiranto namun setelah SBY-Boediono keluar sebagai pemenang Golkar tetap dapat dengan mudah masuk kedalam koalisi pemerintahan yang dipimpin oleh SBY. Hal ini juga merupakan strategi dari Partai Demokrat untuk menguasai parlemen dan mengurangi risiko penolakan dari parlemen terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah seperti yang terjadi di priode 2004. Namun pada akhirnya priode 2009-2014 menjadi priode yang menggantung bagi pemerintahan dimana banyak kasus-kasus korupsi seperti Century, Hambalang, dan lainnya tidak pernah menjadi pintu untuk mengimpeach presiden namun hanya menjadi alat negosiasi partai-partai didalam koalisi untuk mendapatkan keuntungan satu sama lain.



Perolehan suaran dan Kursi Pemilu 2009

Pemilu 2014
Hasil Quick Count Metro TV


HASIL PERHITUNGAN LSI




Dari data tersebut PDIP menjadi pemenang pemilu legislatif namun masih sangat membutuhkan koalisi dengan partai lain untuk mendukung pencalonan Jokowi sebagai calon presiden dan juga kemungkinan koalisi di DPR RI dan Pemerintahan. Pada kenyataannya PDIP belum dapat memperoleh suara mayoritas untuk dapat menjadi penentu di pemerintahan dan legislatif.
Dari posisi perolehan suara, kemungkinan ada dua sekenario yang memungkinkan partai-partai membentuk koalisi untuk maju dalam pemilu presiden nanti, yaitu jika partai-partai Islam memiliki keinginan untuk membentuk kembali poros tengah untuk mengimbangi kutub calon presiden yang menguat antara Jokowi, ARB dan Prabowo. Namun begitu dikarenakan minimnya tokoh-tokoh pemersatu, kemungkinan terbentuknya poros tengah sangat kecil. Berdasarkan hasil Quick Count dan figur calon presiden, terdapat dua tokoh yang sangat dominan dalam pertarungan pilpres nanti. Tokoh-tokoh tersebut adalah Joko Widodo dan Prabowo. Sedangkan figur-figur lain kemungkinan akan tenggelam dalam pertarungan kedua figur ini. Kemungkinan akan terdapat dua skenario kemungkinan koalisi yang akan terjadi kedepan
Skenario I Koalisi Partai Pilpres 2014 




Pada skenario Pertama yaitu terdapat tiga kelompok besar koalisi partai yang dimotori oleh PDIP, Golkar dan Gerindra. Pada koalisi pertama komunikasi yang intens antara PDIP dan Nasdem jauh sebelum pemilu legislatif menguatkan kemungkinan akan terbentuknya koalisi diantara kedua partai tersebut. Sedangkan komunikasi yang dijalin oleh Jokowi dengan mendatangi tokoh-tokoh NU dan Muhammadiyah saat menjelang pemilu legislatif dirasa akan menarik partai-partai yang  secara historis terkait dengan kedua oraganisasi islam terbesar di Indonesia tersebut seperti PKB dan PAN.
Skenario II Koalisi Partai Pilpres 2014


 Pada koalisi Golkar kemungkinan akan didukung oleh partai-partai seperti Hanura dan PKPI. Namun ada kemungkinan Golkar akan menilai kembali posisinya setelah mendapatkan hasil pemilu legislatif 2014 dan elektabilitas dari ARB sendiri. Jika internal Golkar tetap mencalonkan ARB untuk maju kemungkinan besar ARB tidak akan memenangkan pemilihan presiden tersebut. Untuk itu secara rasional kemungkinan Golkar akan menghitung kembali apakah akan berkoalisi ke PDIP atau Prabowo.
Sedangkan Koalisi Gerindra sendiri akan di isi oleh Demokrat, PPP, PKS dan PBB. Hal ini di dasarkan dari komunikasi Partai Demokrat dengan kedua koalisi besar sebelumnya, PDIP dan Golkar selama priode 2009-2014 tidak terlihat harmonis dan salaing menyerang, sehingga kecil ekmungkinan Partai Demokrat akan masuk disalah satu koalisi tersebut. Sehingga yang paling memungkinkan Demokrat akan bergabung dengan Gerindra. Adapun menggabungkan tokoh-tokoh militer untuk maju sebagai Capres dan Cawapres bukan lah sebuah masah yang menghambat, dan kemungkinan dapat menjadi pendorong kekuatan pada koalisi ini. Selain itu jika PKS tergabung dalam koalisi ini kemungkinan besar akan menjadi lawan yang tangguh bagi dua koalisi lainnya dikarenakan selama ini hanya PKS yang memiliki kader-kader loyal yang mampu bergerak hingga level bawah seperti halnya PDIP. Prabowo juga kemungkinan telah melirik PPP untuk ditarik kedalam koalisinya. Indikasi tersebut terlihat dari hadirnya Suryadarma Ali yang menhadiri kampanye Gerindra pada 23 Maret lalu.
Sekenario kedua adalah jika hanya terdapat dua tokoh saja yang maju pada Pilpres 2014, yaitu Jokowi dan Prabowo, hal di karenakan ada kemungkinan elektabilitas ARB lebih rendah dibanding kedua figur tersebut, sehingga ada kemungkinan internal Golkar dan ARB mencoba untuk membangun komunikasi intensif untuk masuk ke dalam koalisi PDIP maupun Gerindra. Selain itu masih adanya dasar memilih berdasarkan sentimen etnik yang membagi calon presiden dari Jawa dan luar jawa masih ada saat ini dan tentu saja dapat menjadi penghalang bagi ARB untuk maju menjadi Capres Golkar.
Walaupun terdapat sejarah gelap antara Golkar dan PDIP selama masa orde baru, namun saat ini hal terbut tidak lagi menjadi halangan selain Golkar telah bertransformasi menjadi partai yang terbuka dan tidak terlalu ada friksi tajam selama 10 tahun terakhir dan pernah menjadi koalis bersama pada tahun 2004, sehingga kemungkinan besar Golkar akan masuk dalam koalisi untuk mendukung Jokowi. Kemungkinan pada skenario kedua ini, target Golkar pada 2014 ini adalah menguasai parlemen dan tetap mendapatkan posisi pada pemerintahan mendatang. Alasan kuat Golkar dapat masuk dalam koalisi PDIP untuk mendukung Jokowi adalah secara rasional Jokowi memiliki magnet kuat untuk keluar menjadi pemenang dalam pemiliu nanti.
Golkar akan kecil kemungkinan untuk masuk kedalam koalisi Gerindra yang mengusung Prabowo sebagai Presiden, selain kemungkinan terdapat partai Demokrat dimana antara Golkar dan Demokrat selama ini tidak memiliki komunikasi yang baik di dalam setgab juga pada koalisi ini banyak terdapat mantan kader-kader Golkar yang berasal dari faksi militer dimana dulu menjadi saingan kuat dari kader-kader Golkar yang berasal dari faksi sipil yang saat ini menguasai Golkar setelah reformasi.
Skenario Cawpres
Selama ini pola pasangan Capres-Cawapres pada pemilu Indonesia adalah sipil-militer, Jawa dan luar Jawa. Sipil-Militer (atau Militer-Sipil) menjadi pola penting dari calon Capres-Cawapres, kepemimpinan tokoh militer baik Capres maupun Cawapres, dianggap dapat membawa kestabilan keamanan di Indonesia ditengah kerentanan disintegrasi yang dapat terjadi di Indonesia. Sehingga kepemimpinan militer dapat dianggap sebagai garansi dalam menjaga keamanan Indonesia dari intervensi luar maupun dalam negeri. Sedangkan kempemimpinan sipil berasal dari tokoh-tokoh yang dianggap mewakili mayoritas kelompok masyakat Indonesia seperti tokoh-tokoh agama, ataupun ekonomi yang mampu meningkatkan kestabilan ekonomi dan politik di Indonesia. sedangkan pola Capres-Cawapres berdasarkan pembagian etnik Jawa dan luar jawa selama ini menjadi satu pertimbangan partai-partai dalam mencalonkan Capres mereka. hal ini dapat terlihat pada hasil pemilu 1999, 2004 dan 2009. Namun pada 2009 pola tersebut di patahkan oleh Pencapresan SBY-Boediono dimana keduanya berasal dari Jawa.
Kemungkinan pada pemilu Presiden 2014 ini juga akan terjadi hal yang sama dimana terdapat calon yang berasal dari latar belakang yang sama seperti Militer-Militer maupun Jawa-Jawa. Kombinasi antara sipil militer terutama sekali purnawirawan angkatan darat menjadi kombinasi yang kuat untuk pemerintahan mendatang karena militer (yang diwakili para purnawirawan) masih memegang peranan penting dan dianggap sebagai partai peserta pemilu ke-14.
Kombinasi Pasangan Capres dan Cawapres
Skenario I




Pada skenario selanjutnya dimana jika ARB tidak maju menjadi Capres maka pilihan cawapres bagi Jokowi dan Prabowo tidak akan berubah jauh dari skenario pertama, namun ada kemungkinan Jokowi bisa berduet bersama ARB sebagai Capres dan Cawapres.Hal ini sebagai bentuk koalisi solid antara PDIP dan Golkar baik di Pemerintahan maupun di DPR. Jika koalisi ini terbentuk, akan memperkuat suara mereka di Parlemen dengan kemungkinan 57% lebih suara di DPR dapat dikuasai dan juga mempermudah kebijakan-kebijakan yang akan ditelurkan oleh presiden jika Jokowi memenangkan pemilu. Namun sekali lagi proses pemerintahan dan politik di Indonesia memang tidak secara kaku dijalankan semua masih didasarkan oleh negosiasi dan kompromi, sehingga tidak terdapat sebuah koalisi yang benar-benar terkristal dan kaku itulah politik Indonesia yang sangat dinamis.

Kombinasi Pasangan Capres dan Cawapres
Skenario II






Tidak ada komentar:

Posting Komentar