Kualitas Semu Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pidato
Menteri Kuangan RI pada RAPBN 2011, mengemukakan ada enam indikator makro
pertumbuhan ekonomi Indonesia diantaranya adalah IHSG, net capital inflow
saham, ekspor impor, cadangan devisa, nilai tukar dan inflasi[1].
Ada sebuah optimisme melihat indikator perkonomian Indonesia, sehingga pada
tahun 2012 banyak kalangan yang mengestimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia
dapat mencapai 6,7%. Namun kecermelangan ekonomi Indonesia jika diperdalam
lebih jauh bukan-lah merupakan hasil kerja keras pemerintah, tetapi adalah
sebuah efek dari kebingungan para pemilik modal untuk menyelamatkan dananya.
Tingginya capital inflow yang masuk ke-Indonesia hanya memberikan efek yang
kecil terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Beberapa indikator
perekonomian yang dijadikan acuan kemajuan perekonomian Indonesia pada
kenyataannya tidak mencerminkan kondisi riil ekonomi ditingkat masyarakat. Kita
dapat melihat salah satu indikator ekonomi seperti IHSG, dimana indeks tersebut
sangat fluktuatif akibat keluar masuknya dana asing ke Indonesia. Kenaikan IHSG
tidak mencerminkan adanya pertambahan produksi ataupun investasi di Indonesia,
hal tersebut hanya berimplikasi kepada nilai perusahaan-perusahaan yang sudah
ada dan tidak memberikan tambahan produksi ataupun investasi baru. Dana yang
masuk kesektor keuangan dan pasar modal tersebut juga hanya dinikmati oleh para
pemilik perusahaan (pemegang saham) dan orang-orang yang bekerja di sektor
tersebut yang berasal dari menengah
keatas, sedangkan masyarakat lainnya yang hidup dipedesaan dan masyarakat
miskin perkotaan tidak pernah menikmati apalagi mengerti mengenai perubahan
angka-angka tersebut. Walaupun banyak pengamat ekonomi yang optimis dengan
ekonomi indonesia selama ini, namun ditingkatan mikro, kenyataan yang terjadi
adalah sebaliknya.
Jika
melihat pembagian pendapatan domestik bruto tahun 2010 kepada seluruh penduduk
Indonesia maka kita mendapatkan, 40% penduduk termiskin hanya mendapatkan 19,41
% PDB Indonesia[2],
40% penduduk dengan pendapatan menengah mendapatkan 37,45% PDB, dan 20%
penduduk terkaya atau sekitar 47,4 juta orang penduduk kaya menguasai PDB
Indonesia sebesar 43,14%. Selama lima tahun sejak 2006, ternyata terjadi
kenaikan kesenjangan pendapatan diantara masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat
dengan kenaikan indeks gini dari 0,33 ditahun 2006 menjadi 0,38 ditahun 2010.
Kenaikan pendapatan nasional yang tinggi pun tidak menjamin adanya pemerataan
dan pengurangan tingkat kemiskinan di tengah-tengah masyarakat.
Tabel 1, Indikator Ekonomi Indonesia
2007-2010
Indikator
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
GDP Constan
|
1.964.327,3
|
2.082.456,1
|
2.177.741,7
|
2.310.689,8
|
Pertumbuhan
|
0,0635
|
0,0601
|
0,0458
|
0,0610
|
Inflasi
|
6,59
|
11,06
|
2,78
|
6,96
|
Nilai Ekspor Non Migas (ribua USD)
|
92.598.084
|
106.843.157
|
98.441.113
|
128.692.002
|
Nilai Impor Non Migas (ribu USD)
|
71.599.315
|
99.971.610
|
77.039.384
|
106.771.535
|
FDI (juta USD)
|
6.928
|
9.318
|
4.876
|
13.303
|
Kurs rupiah terhadap USD (Desember)
|
9.419
|
10.950
|
9.400
|
8.991
|
IHSG Desember to Desember
|
2.746
|
1.355
|
2.354
|
3.704
|
Sumber: diolah dari data BPS, dan BI berbagai
tahun
Tidak
salah jika Presiden KH Abdulrahman Wahid pun menilai bahwa saat ini pemerintah
tidak memiliki orientasi dan arah pembangunan yang jelas[3].
Menurut Prof. Hendrawan Supratikno, penilaian Presiden KH. Abdulrahman Wahid mengenai pembangunan saat ini cendrung untuk
menguntungkan golongan elit. yang kaya makin kaya dan yang melarat makin
tertinggal. Aspek pemerataan diabaikan.
Secara nominal ekonomi, banyak para analis kebijakan makro melihat bahwa
standar kesejahteraan dilihat melalui tingkat pertumbuhan ekonomi sebuah
negara. Namun pertumbuhan ekonomi seperti apakah yang dapat memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat sebuah negara itu harus dilihat? Salah satu
jawaban mungkin adalah pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang dapat
menurunkan tingkat kemiskinan, dan pengangguran dimasyarakat. Banyak kalangan ekonom
mempercayai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara tidak langsung akan
menurukan tingkat kemiskinan masyarakat melalui efek menetes dalam
perekonomian. Pada kenyataannya, hal tersebut tidak pernah terjadi. Sejak
Indonesia didera oleh krisis keuangan 1998, dan tumbangnya rezim Suharto,
banyak masyarakat yang menaruh harapan akan adanya kesamaan kesempatan untuk
mendapatkan kesejahteraan, namun dengan melemahnya peran pemerintah,
peran-peran ekonomi diambil alih oleh kekuatan-kekuatan pemilik modal yang
mampu menguasai struktur pasar. Seperti melemahnya bulog dalam mengatur pasar
bahan makanan pokok dimasyarakat, dan saat ini peran tersebut diambil alih oleh
pedagang-pedagang besar yang menguasai sumber-sumber beras petani, maupun gula
dan juga memiliki kekuatan untuk memasarkan beras dan gula di masyarakat.
Jumlah pedagang besar yang berkecimpung dalam pasar ini tidak lah banyak dan
dapat dihitung dengan jari, namun mereka menguasai struktur pasar pertanian
sehingga mampu mengintervensi harga produk-produk pertanian dan pola struktur
pasar yang bersifat kartel inilah yang membuat masyarakat petani mendapatkan
pendapatan yang rendah dan masyarakat miskin kota kehilangan daya belinya
dikarenakan harga-harga makanan yang mahal. Dimana kah peran pemerintah? Selama
ini pemerintah tidak mampu untuk mengatur pasar dan membuka peluang untuk
memperbanyak distributor-distributor baru, ataupun memberikan petani untuk
dapat berproduksi dan menjual langsung hasil bumi mereka. Pemerintah menjadi
lemah dalam mengatasi para kartel penguasa pasar bahan makanan ini.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas harus dapat mengurangi kemiskinan dan tingkat
pengangguran dimasyarakat. Teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh Solow, GDP
tidak hanya di pengaruhi oleh input tenaga kerja dan modal namun juga
dipengaruhi oleh input sumber daya alam seperti pertanian, dan barang tambang
lainnya[4].
Sedangkan dalam teori pertumbuhan dengan memperluas model Solow dengan
memasukkan human capital, selain
kapital (K) dan efektifitas tenaga kerja (A)[5]. Secara
sederhana model pertumbuhan endogen dapat dilihat sebagai berikut:
Y = K(t)α[A(t)H(t)]
1-α
Model ini
merupakan perluasan dari model pertumbuhan Solow dimana H merupakan total
produktifitas jasa yang disumbang oleh tenaga kerja, atau dapat dibilang
kontribusi pekerja dari tingkat kemampuan yang berbeda terhadap produksi.
Sedangkan H(t) merupakan fungsi dari :
H(t)= L(t)G(E)
Dimana L(t)
merupakan jumlah tenaga kerja pada waktu t, G merupakan fungsi dari lama pendidikan per
pekerja, dan E menjelaskan tingkat pendidikan yang sama yang diterima oleh
pekerja.
Perluasan
model Solow diatas menunjukkan bahwa peningkatan output ekonomi, selain
akumulasi dari kapital juga adanya kontribusi dari akumulasi jumlah tenaga
kerja yang memiliki tingkat pendidikan dan keahlian dalam perekonomian.
Sehingga kita dapat melihat untuk mendapatkan tingkat pertumbuhan yang cukup
baik, maka seharusnya ada perhatian yang cukup terhadap tingkat pendidikan
terhadap angkatan kerja. Salin itu dalam persamaan solow juga melihat bahwa
adanya kebutuhan untuk melakukan investasi langsung yang dapat menambah
barang-barang modal dalam produksi output dalam perekonomian Indonesia.
pertambahan barang-barang modal ini dapat terjadi melalui investasi pemerintah,
investasi swasta dan investasi luarnegeri secara langsung disektor riil.
Model
lain pertumbuhan ekonomi yang dibangun oleh Kremer, yang disebut dengan Model of Endogenous Knowledge Accumalation,
melihat variabel-variabel seperti teknologi, populasi dan pendapatan merupakan
faktor yang mempengaruhi sejarah umat manusia. Kremer melihat bahwa dalam
sejarah manusia pertumbuhan teknologi menjadi faktor utama pendorong
peningkatan populasi umat manusia dibandingkan peningkantan pendapatan perorang[6]. Model formal Kremer:
Y = Tα[A(t)H(t)]
1-α
Dimana
T merupakan stok tanah yang tetap jumlahnya, A merupakan teknologi dan L
merupakan jumlah tenaga kerja. Dalam hal ini input kapital diacuhkan. Dari
model ini terlihat bahwa peran pengembangan teknologi dan tenaga kerja yang
menggunakan teknologi memberikan kontribusi terhadap pendapatan Y(t) dengan
proporsi 1-. Perkembangan Teknologi yang didapat dengan mendorong peningkatan
penelitian dan tentu saja pendidikan yang cukup bagi angkatan kerja akan
mendorong pertambahan pendapatan yang lebih tinggi. Karena jika kita
mengasumsikan stok tanah yang tetap maka tidak ada cara lain peningkatan output
atau Y dengan meningkatkan teknologi dan skill angkatan kerja melalui
pendidikan.
Dari
dua model yang telah kita kemukakan diatas, kita dapat menilai bahwa seharusnya
pemerintah membuat indikator yang lebih relevan dalam menilai kualitas
pertumbuhan ekonomi Indonesia. PDB merupakan variabel hasil dari kegiatan
ekonomi Indonesia, namun variabel input seharusnya menjadi tolak ukur
pembangunan ekonomi Indonesia. variabel input adalah seperti, tingkat jumlah
pengangguran, seberapa besar pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat
sehingga meningkatkan kemampuan angkatan kerja Indonesia, pengembangan
penelitian yang mendorong produksi baru dan dapat digunakan oleh banyak
masyarakat, dan produktifitas tanah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Balisacan (2003), yang melakukan studi mengenai
pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Studi tersebut menemukan bahwa
adanya hubungan kuat antara kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, namun terdapat
faktor lain yang membuat masayarakat miskin terpisah dari dampak pertumbuhan
ekonomi itu sendiri. Faktor tersebut adalah infrastruktur, sumberdaya manusia
yang berkualitas, insentif harga pertanian, dan akses terhadap teknologi[7].
Sedangkan
studi yang dilakukan oleh Suryahadi mengenai pertumbuhan ekonomi dan
pengurangan kemiskinan et. All (2006), menemukan pertumbuhan pada sektor jasa
dipedesaan menurunkan kemiskinan disemua sektor dipedesaan. Pertumbuhan sektor
pertanian di pedesaan memberikan dampak yang cukup besar terhadap penurunan
kemiskinan disektor pertanian pedesaan. Sehingga kebijakan cepat untuk
menurunkan kemiskinan dipedesaan adalah dengan membangun sektor pertanian
dipedesaan dan sektor jasa diperkotaan.
Dari
ringkasan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balisacan kita dapat melihat
bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kebijakan pemerintas seharusnya
ditargetkan untuk mencapai target-target pembangunan infrastruktur, pembangunan
tingkat pendidikan, capaian terhadap penggunaan teknologi dan membenahi pasar
disektor pertanian untuk meningkatkan insentif petani dan menstabilkan inflasi
yang diakibatkan perubahan harga pangan. Seharusnya pemerintah membangun
indikator-indikator baru perekonomian yang memasukkan variabel-variabel
tersebut diatas dan bukan menekankan pada variabel semu seperti perubahan GDP,
nilai tukar, dan Indeks saham. Sehingga indikator perekonomian seharusnya
berisi Tingkat kemiskinan, jumlah pengangguran; jumlah infrastruktur yang telah
dibangun; indeks pembangunan manusia, target pencapaian pendidikan; indeks
jumlah teknologi yang dihasilkan dibidang pertanian, kelautan, pengolahan
makanan, pertahanan, dll; inflasi, ekspor-impor, pemerataan kepemilikan aset
dan akumulasi penggunaan kapital.
Ketidak merataan pertumbuhan Ekonomi
Kemiskinan
merupakan suatu bentuk dari ketidak merataan pertumbuhan ekonomi. Seseorang
dianggap miskin ketika pendaptan atau aksesnya terhadap barang dan jasa relatif
rendah dibanding rata-rata orang lain dalam perekonomian tersebut. secara
absolut, seseorang dinyatakan miskin apabila tingkat pendapatan atau standar
hidupnya secara absolut berada dibawah tingkat subsiten. Tingkat subsiten
merupakan batas garis kemiskinan[8]
. Terbatasnya akses orang miskin terhadap barang dan jasa dapat terjadi karena
kenaikan harga terhadap barang dan jasa akibat rendahnya infrastruktur
distribusi, struktur pasar barang dan jasa yang kartelisasi ataupun semi
monopoli sehingga membatasi masyarakat untuk mendapatkan output dalam
perekonomian. Kenaikan harga-harga dikarenakan faktor-faktor tersebut
mengurangi daya beli masyarakat sehingga masyarakat hanya mendapatkan
barang-dan jasa dibawah batas subsiten. Kasus-kasus penguasaan pasar hanya
kepada golongan tertentu banyak terjadi di Indonesia, sehingga hal seperti
inilah yang membuat terjadinya ketidak seimbangan pemerataan pendapatan dan
menimbulakn gap kesejahteraan yang cukup tinggi dimasyarakat. Dikebirinya
kekuatan pemerintah dalam mengatur pasar tidak diikuti dengan peningkatan
kekuatan badan-badan yang mengawasi persaingan bisnis, sehingga misal pasar
bahan pokok di Indonesia malah dikuasai oleh para pemodal besar. Ketika pembukaan
pasar terjadi, masyarakat bawah, baik petani, pedagang kecil, konsumen di paksa
untuk bertarung bebas melawan para pemodal besar yang lambat laun menguasai
pasar bahan makan pokok di Indonesia.
Tabel
2, Distribusi Pendapatan diantara Masyarakat Indonesia
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
|
- 40 %
penduduk dengan pendapatan terendah
|
19,75
|
19,1
|
19,56
|
21,22
|
19,41
|
- 40 %
penduduk dengan pendapatan menengah
|
38,1
|
36,11
|
35,67
|
37,54
|
37,45
|
- 20 %
penduduk dengan pendapatan tertinggi
|
42,15
|
44,79
|
44,77
|
41,24
|
43,14
|
Indeks
Gini
|
0,33
|
0,36
|
0,35
|
0,37
|
0,38
|
Sumber: diolah dari data BPS
Ketidak
merataan pendapatan diantara masyarakat di Indonesia dapat dilihat melalui
Indeks Gini, dimana rasio berkisar antara 0 hingga 1, ketimpangan yang besar
maka gini rasio akan mendekati 1 (satu) dan ketimpangan rendah maka gini rasio
cendrung akan mendekati 0 (nol). Gini rasio Indonesia cendrung mengalami
kenaikan sejak tahun 2006 hingga 2010. Hal ini menunjukkan selama lima tahun
belakangan ini, perekonomian Indonesia mengalami ketidak merataan dan semakin
tidak merata ditahun 2010. Dengan menggunakan ukuran bank Dunia, kategori
kesenjangan rendah jika 40% penduduk miskin masih menikamati lebih dari 20%
pendapatan domestik bruto[9],
namun pada tahun 2010 ternyata 40% penduduk
miskin menikmati kurang dari 20% PDB Indonesia. Namun menurut prof Hendrawan
(2011), data yang digunakan untuk menghitung indeks gini adalah menggunakan
data pengeluaran konsumsi dan bukan data pendapatan yang memang tidak dimiliki
oleh BPS. Sehingga angka-angkanya underestimate untuk mengukur ketimpangan.
Jika dengan data pengeluaran saja terlihat keimpangan yang cukup besar dalam
perekonomian Indonesia, maka dapat dipastikan jika menggunakan data pendapatan
kita akan melihat ketimpangan pendapatan yang luar biasa didalam masyarakat
Indonesia. sedangkan menurut Dr. Rizal Ramli, jika dilihat saat ini penjualan
kendaraan bermotor meningkat pesat bukan karena adanya kenaikan daya beli
masyarakat, namun yang terjadi adalah mempermudah tatacara pemberian kredit
dimasyarakat. Jika dahulu harga motor berkisar Rp. 10 juta sampai dengan Rp. 13
juta, namun dengan uang muka sebesar Rp. 3.000.000. Saat ini masyarakat dengan
mudah melakukan kredit motor hanya dengan uang muka yang lebih kecil[10]
(garda). Sehingga dapat dilihat peningkatan konsumsi masyarakat dewasa ini
lebih dikarenakan adanya kemudahan kredit konsumsi yang diberikan perbankkan
ataupun lembaga keuangan kepada masyarakat. Jika dibiarkan lebih lanjut, akan
menciptakan tingkat konsumsi semu dan akan mengalihkan beban konsumsi kepada
tingkat risiko kredit macet yang kemungkinan dapat timbul di sektor perbankkan
dan lembaga pembiayaan.
Tabel
3, Jumlah masyarakat miskin, batas garis kemiskinan dan lima Provinsi yang
memiliki masyarakat miskin terbesar di Indonesia
Jumlah
Penduduk Miskin
|
Total
|
Garsi
Kemiskinan (Rp)
|
|||
Kota
|
Desa
|
Kota
|
Desa
|
||
Jumlah
Tingkat Kemiskinan Di Indonesia
|
11.097.800
|
19.925.600
|
31.023.400
|
232.988
|
192.354
|
Jawa
Timur
|
1.873.500
|
3.655.800
|
5.529.300
|
213.383
|
185.879
|
Jawa
Tengah
|
2.258.900
|
3.110.200
|
5.369.100
|
205606
|
179982
|
Jawa
Barat
|
2.350.500
|
2.423.200
|
4.773.700
|
212210
|
185335
|
Sumatera
Utara
|
689.000
|
801.900
|
1.490.900
|
247547
|
201810
|
Lampung
|
301.700
|
1.178.200
|
1.479.900
|
236098
|
189954
|
Angkatan Kerja
Seperti
yang telah dikemukakan diatas, akumulasi populasi penduduk merupakan sebuah
aset bagi suatu negara untuk menambah kemajuan perekonomian sebuah negara, jika
saja dimanage secara baik dan benar. Penduduk suatu negara dengan tingkan
pendidikan yang tinggi dan ditambah dengan kemampuan mengembangkan teknologi menjadi
sebuah prasyarat bagi suatu negara dalam mencapai kemakmuran. Berdasarkan data
BPS persentase angkatan kerja yang bekerja adalah sebesar 93% ditahun 2011, dan
hanya terdapat sekitar 8 juta orang yang menjadi pengangguran terbuka. Namun
dari angkatan kerja yang dinyatakan bekerja memiliki pendidikan yang sangat
minim SD dan kebanyakan bekerja di sektor informal seperti pertanian. Sehingga
pekerja dengan pendidikan rendah sangat rawan untuk menjadi pengangguran
kembali.
Tabel 4, Penduduk Usia 15 tahun keatas
Menurut Jenis Kegiatan Selama Seminggu yang Lalu (dalam juta), 2009-2011
2009
|
2010
|
2011
|
|||
Februari
|
Agustus
|
Februari
|
Agustus
|
Februari
|
|
Penduduk
usia diatas 15 tahun
|
168,26
|
169,32
|
171,02
|
172,07
|
170,661
|
Angkatan
Kerja
|
113,74
|
113,83
|
116
|
116,53
|
119,4
|
Bekerja/Working
|
104,49
|
104,87
|
107,41
|
108,21
|
111,28
|
Pengangguran
Terbuka
|
9,25
|
8,96
|
8,59
|
8,32
|
8,12
|
Bukan
Angkatan Kerja
|
54,52
|
55,49
|
55,02
|
55,54
|
51,261
|
Pekerja Tak
Penuh
|
31,36
|
31,57
|
32,8
|
33,27
|
34,19
|
Paruh Waktu
|
16,36
|
16,17
|
17,53
|
18,01
|
18,46
|
Setengah
Penganggur
|
15,00
|
15,40
|
15,27
|
15,26
|
15,73
|
Sumber: diolah dari data BPS,
Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia
Pengangguran
dalam suatu perekonomian memang dianggap menjadi sebuah hal yang given, karena
tidak ada satupun sistem perekonomian disuatu negara yang tidak mengadung
tingkat pengangguran. Namun seberapa besar tingkat pengangguran yang seharus
nya dapat diterima ataupun jenis pengangguran seperti apa yang memang harus ada
disebuah perekonomian? Pengangguran dapat dibilang jumlah angkatan kerja yang
tidak diterima dipasar kerja pada waktu tertentu. BPS sendiri menghitung
pengangguran terbuka sebagai perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan
jumlah angkatan kerja[11].
Sedangkan definisi bekerja menurut BPS adalah melakukan pekerjaan dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya
bekerja paling sedikit 1 jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu (termasuk
pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi).
Tabel 5, Usia 15 tahun keatas bekerja
menurut lapangan usaha
2010
|
2011
|
|||||
Februari
|
Agustus
|
Februari
|
||||
Laki-laki
|
Perempuan
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
|
Pertanian, kehutanan, perburuan dan
perikanan
|
26.593.072
|
16.232.735
|
26.173.138
|
15.321.803
|
25.881.434
|
16.593.895
|
Pertambangan dan penggalian/Mining and
quarrying
|
1.056.495
|
132.139
|
1.104.949
|
149.552
|
1.208.056
|
144.163
|
Industri pengolahan/Manufacturing
industry
|
7.360.527
|
5.691.994
|
7.826.231
|
5.998.020
|
7.965.235
|
5.730.789
|
Listrik, gas dan air/Electricity, gas
and water
|
190.606
|
17.888
|
211.878
|
22.192
|
232.786
|
24.484
|
Bangunan/Construction
|
4.720.429
|
124.260
|
5.455.322
|
137.575
|
5.454.327
|
136.757
|
Perdagangan besar, eceran, rumah makan
dan hotel
|
10.655.295
|
11.557.590
|
11.400.719
|
11.091.457
|
11.478.854
|
11.760.938
|
Angkutan, pergudangan dan komunikasi
|
5.244.521
|
573.159
|
5.137.338
|
481.684
|
5.135.843
|
449.281
|
Keuangan, asuransi, usaha persewaan
bangunan
|
1.150.790
|
488.958
|
1.228.141
|
511.345
|
1.455.258
|
603.710
|
Jasa kemasyarakatan, sosial dan
perorangan
|
8.998.007
|
6.617.107
|
8.924.507
|
7.031.916
|
8.811.412
|
8.214.522
|
Sumber: diolah dari data BPS, Perkembangan
Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia
Dizaman
orde baru setiap kenaikan PDB 1% akan mampu meneyerap sekitar 250 ribu-400 ribu
pekerja dalam perekonomian, namun saat ini kenaikan 1% PDB hanya mampu menyerap
aangkatan kerja sebanyak 50,000 orang saja[12].
Jika dilihat, perubahan pengangguran selama beberapa tahun terakhir, ternyata
tidak ada perubahan berarti dalam pengurangan pengangguran. Selain itu ada
sebuah kebiasaan di Indonesia, data pengangguran cendrung turun ketika musim
tanam padi dimulai karena banyak tenaga kerja terserap untuk bekerja disektor
pertanian. Hal ini juga ditunjukkan oleh besarnya sektor pertanian dalam
menampung tenaga kerja di Indonesia. Selain itu jumlah angkatan yang bekerja
pun terbanyak memiliki pendidikan minim, sehingga sangat rawan untuk keluar
masuk pasar kerja. Tahun 2011 sekitar 28% pekerja merupakan lulusan SD dan
hanya 7,96% yang berpendidikan universitas. Sedangkan sektor terbesar yang
dapat menyerap tenaga kerja adalah pertanian dan kedua adalah sektor
perdagangan. Seperti yang kita tau sektor pertanian dan perdagangan kebanyak
merupakan sektor informal, dimana sektor pertanian lebih banyak meneyerap buruh
tani yang pada dasarnya tidak memiliki standar pengupahan yang jelas
dibandingkan dengan buruh industri. Sedangkan disektor perdagangan kebanyak
tenaga kerja yang diserap bekerja sebagai penjaga toko dan lainnya yang dapat
dibilang sebagai sektor UKM. Sehingga tenaga-kerja dikedua sektor ini sangat
elastis karena kemungkinan keluar dan masuk sangatlah besar.
Rendahnya kualitas angkatan kerja di
Indonesia, tidak lepas dari kebijakan terhadap pendidikan yang belum memiliki
tujuan jelas. Selama ini 20% APBN telah dialokasikan kesektor pendidikan, namun
hingga saat ini efek dari shock APBN terhadap peningkatan kualitas masyarakat
melalui pendidikan masih belum dapat dirasakan. Selama ini pun kebanyakan dana
pendidikan hanya diperuntukkan untuk operasional dan masih belum pada
peningkatan kualitas guru dan sarana pengajaran yang dibutuhkan untuk
peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
UKM Sebagai Sektor Pendorong Ekonomi
Menteri
UKM dan Koperasi Syarief Hasan mengatakan pada tahun 2009 nilai transakdi yang
dilakukan oleh UKM sebesar Rp. 2.000 triliun[13],
dengan perhitungan PDB nominal ditahun yang sama yaitu sebesar Rp. 5.603
triliun, maka sumbangan UKM terhadap PDB Indonesia adalah sebesar 36%,
sedangkan ditahun 2006 sumbangan UKM terhadap PDB Indonesia mencapai 53%. Dimana
transaksi UKM adalah sebesar Rp. 1.778,7 dengan perbandingan PDB Indonesia
secara nominal sebesar Rp. 3.338,2 triliun[14].
Selama ini sektor UKM telah menyerap sebanyak 86,96% pasar tenaga kerja ditahun
2008, dengan peningkatan rata-rata pertahunnya sebesar 2,2%. Hal tersebut
setara dengan 83 juta angkatan kerja[15].
Sektor-sektor UKM yang menjadi andalan bersal dari UKM yang bergerak di sektor
Kerajinan, kelautan, dan pertanian[16].
Sedangkan Sektor konstruksi bangunan menjadi sektor didalam UKM yang memberikan
kontribusi tertinggi ditahun 2006, diikuti oleh UKM yang bergerak disektor
jasa-jasa dan UKM disektor pertambangan dan galian.
Tabel 6, Jumlah
usah yang tidak berbadan hukum menurut sektor
(tidak termasuk
sektor pertanian)
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
|
Pertambangan dan Penggalian ; Listrik,
Gas, dan Penyediaan air ; Konstruksi
|
248.842
|
287.657
|
255.824
|
253.146
|
256.959
|
Industri Pengolahan
|
2.598.704
|
2.538.283
|
2.728.700
|
2.641.909
|
2.671.660
|
Perdagangan Besar dan Eceran, Restoran
dan Peneyediaan Akomodasi
|
8.650.713
|
8.450.211
|
9.232.631
|
9.228.487
|
10.485.974
|
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
|
1.855.149
|
1.765.050
|
1.926.668
|
2.170.291
|
2.307.423
|
Perantara Keuangan ; Real Estate,Usaha
Persewaan dan Jasa Lainnya
|
1.627.030
|
1.619.444
|
1.559.743
|
1.490.226
|
1.423.228
|
Semua Sektor Kecuali Sektor Pertanian
|
14.980.438
|
14.660.645
|
15.703.566
|
15.784.059
|
17.145.244
|
Sumber: diolah dari data BPS,
Ditahun 2004
jumlah UKM yang bergerak diberbagai sektor berdasarkan data BPS adalah sebesar
17.145.244 unit usaha, dan UKM tidak memasukkan UKM disektor pertanian dengan
jumlah tenaga kerja yang terserap adalah sebanyak 30,547,132
orang. Namun sayangnya dari beberapa pemberitaan yang ada menunjukka bahwa UKM
masih dilihat sebelah mata. Kendala yang biasa dihadapi oleh para pengusaha UKM
adalah sulitnya mendapatkan akses dana baik berupa pinjaman operasional, dan
investasi. Hal ini tidak terlepas dari syarat pinjaman yang sering tidak dapat
di penuhi oleh pengusaha UKM. Syarat tersebut biasanya berupa jaminan kredit,
perhitungan keuangan, ijin mendirikan usaha dan kredibilitas pemilik usaha.
Terkait dengan syarat jaminan usaha, kebanyaka UKM terutama yang berskala
kecil, tentu tidak memiliki jaminan berupa aset untuk diagunkan. Jangankan
memiliki tanah tempat tinggal saja terkadang para pengusaha ini masih menyewa.
Sedangkan disisi manajemen usaha sendiri masih dibilang sangat sederhana,
dengan perhitungan pemasukan harian dan tidak memiliki proyeksi pendapatan
kedepan, membuat perbankkan sulit menilai kelayakan usaha UKM tersebut. Selain
itu kebanyakan perbankkan dalam menyalurkan pinjamannya juga mensyaratkan ijin
usaha minimal dari pihak kelurahan. Kendala ijin terkadang dikarenakan kebanyak
UKM merupakan orang yang bukan warga setempat, sehingga tidak memiliki KTP yang
sesuai dengan tempat usahanya berada. Bagi pihak kelurah yang mengeluarkan ijin
usaha memandang bahwa pengusaha UKM yang bukan berasal dari warga setempat
tidak dapat untuk diberikan ijin. Hal inilah juga yang menjadi permasalahan
bagi UKM. Untuk itu kebanyakan pengusaha UKM lebih memilih mendapatkan pinjaman
dari para rentenir atau lembaga keuangan mikro yang tentu memberikan bunga yang
cukup tinggi dari bank umum nasional.
Banyaknya kendala
yang dihadapi oleh UKM membuat sektor UKM jalan ditempat, mereka tidak dapat
mengembangkan usahanya menjadi lebih formal. Selain kurangnya kemampuan
manajemen juga biaya operasional yang tinggi dan tentu saja biaya bunga yang
juga tinggi menjadi sebuah kendala besar bagi perkembangan UKM. Tidak adanya
insentif dari pemerintah, dan kurangnya advokasi membuat UKM seperti dianak
tirikan, padahal sumbangan yang diberikan terhadap pembangunan cukup besar.
Disini juga terlihat bahwa adanya ketidak seimbangan keberpihakan pemerintah.
Pemerintah lebih mengutamakan memberikan fasilitas yang banyak terhadap
pengusaha besar dan investor asing, sehingga yang terjadi adalah akumulasi
keuntungan hanya kepada sekelompok kecil masyarakat yang memiliki modal besar
dan pihak asing saja.
Kesimpulan
Jika
Rizal Ramli menilai kesalahan pembangunan Indonesia saat ini adalah dilevel
kepemimpinan yang lemah karena tidak memiliki kemampuan konsepsional maupun
opreasional(Garda), sehingga yang terjadi adalah tidak terbaginya secara merta
kesejahteraan perekonomian Indonesia keapada setiap warga masyarakat. Selain
itu jika dilihat dari Indikator pertumbuhan ekonomi, maka diatas kertas
pertumbuhan perekonomian Indonesia tampak cerah dan cemerlang, yang ditunjukkan
oleh kenaikan pertumbuhan PDB, IHSG dan capital inflow dari luar negeri. Namun
pada kenyataannya tidak terjadi pemerataan pembangunan hal tersebut dilihat
dengan semakin timpangnya indeks gini dari tahun ketahun.
Besarnya
angka kemiskinan penduduk Indonesia menunjukkan adanya ketidak merataan
pendapatan. Pembangunan yang terjadi cendrung hanya berpihak kepada pemilik
modal saja, sehingga akumulasi pendapatan
hanya berkumpul kepada sebagian masyarakat kaya. Sedangkan disisi ketenaga
kerjaan rata-rata tingkat pengangguran Indonesia adalah sebesar 8 juta orang
pertahun dari angkatan kerja. Itupun angkatan kerja yang memiliki pekerjaan
dalam satu minggu terakhir hanya diserap oleh sektor UKM yang pada dasarnya
saat ini telah menjadi tulang punggung
perekonomian Indonesia. Seharunya Presiden SBY memberikan ucapan terimakasih
nya kepada masyarakat UKM yang telah membantu menciptakan programnya yang
terkenal dengan Pro Growth, dan Pro Job.
Selain
itu perekonomian Indonesia selama ini masih digerakkan oleh sektor informal,
hal tersebut ditunjukkan oleh kontribusi UKM kepada PDB yang mencapai 53%
ditahun 2006. Sektor UKM pun mampu menjadi peneyelamat rakyat Indonesia dalam
mencari pekerjaan karena mampu menyerap 83 juta pekerja. Hingga saat ini pun
kendala pembangunan Sektor UKM masih belum dapat terpecahkan, terutama sekali
mengenai permasalahan permodalan, dan peningkatan kualitas mmenejemen. Namun
sayang sekali dari beberpa pemberitaan, saat ini pemerintah hanya mampu menjadi
tempat pencatatan jumlah UKM saja tanpa mampu memberikan perencanaan ataupun
strategi untuk mendorong pertumbuhan UKM dan memformalkan usaha mereka.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Indonesia, “Perkembangan Bebebrapa Indikator
Utama Sosial Ekonomi Indonesia”, BPS, Agustus 2011.
Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia berbagai
tahun, www.bi.go.id,
diunduh Desember 2011.
Badan Pusat Statistik Indonesia, Data Statistik berbagai tahun, www.bps.go.id, diunduh Desember 2011.
Romer, David,
Advance Macroeconomics, McGraw-Hill, New York, 2006.
Supratikno, Hendrawan, Ekonomi Nurani VS Ekonomi Naluri, Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2011.
Siregar, Hermanto, dkk, Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan
Jumlah Penduduk Miskin, Brighten Institute, Bogor.
Rizal Ramli,”Kepemimpinan Lemah Rezim Sangat Korup”, Majalah
GARDA, No. 314. Tahun XII, Desember 2011.
[1] www.okezone.com
[2] Indikator Konsumsi Terpilih, Indonesia 1999, 2002-2010, www.bps.go.id
[3] Pandangan Presiden Abdulrahman Wahid dikemukakan dalam ceramah catatan
akhir tahun yang diadakan oleh DPP PKB tahun 2007, Supratikno, Hendrawan,
“Ekonomi Nuransi VS Ekonomi Naluri”, Jakarta, Yayasan Obor, 2011. Hal. 199
[4] Siregar, Hermanto, dkk, Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan
Jumlah Penduduk Miskin, Brigthen Institut. Hal. 26
[5] Romer, David, Advance Macro Economics, third edition, McGraw-Hill,
2006. Hal 133
[6] Ibid.hal 128
[7] Siregar, Hermanto,dkk, op.cit. hal 26
[8] Siregar, Hermanto, dkk. Op.cit.
hal 27
[9] Supratikni, Hendrawan, op.cit,
hal 201
[10] Rizal Ramli,”Kepemimpinan Lemah Rezim Korup”, GARDA, Desember 2011,
hal 12.
[11] “Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi”, BPS, Jakarta,
Agustus 2011.
[12] Supratikni, Hendrawan, 2011. Op.cit.
hal. 200
[13] Tribun Jabar “kontribusi UKM Bagi PDB Besar”, 1 April 2010,
www.tribunjabar.co.id
[14] Detik Finance ”Sektor UKM Beri Kontribusi 53,3% PDB2006”, www.detik.com, 16 Maret 2007.
[15] Media Indonesia,” UKM Mampu Tumbuh 2,69% Pertahun”,
www.mediaindonesia.com
[16] TribunJabar, Ibid.
www.tribunjabar.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar