Telah sebelas tahun Otonomi khusus diberlakukan di Papua sejak
diundangkannya UU Nomor 21 Tahun 2001, namun begitu pembangunan di Papua masih
tetap tertinggal dari daerah lain yang ada di Indonesia. Hal tersebut dapat di
lihat dari berbagai Indikator pembangunan, terutama sekali pembangunan manusia.
Jika dibandingkan dengan data per provinsi HDI Provinsi Papua dan Papua
Barat sangat tertinggal jauh dengan provinsi lainnya. Tahun 2009 provinsi Papua
ada pada urutan terakhir dari 33 provinsi. Sedangkan Papua Barat berada pada
peringkat 30. Sedangkan pada tahun 2010, provinsi Papua tetap berada pada
peringkat yang sama dan Provinsi Papua Barat naik ke urutan 29.
HDI Provinsi
Papua Barat dan Provinsi Papua
(berbagai
tahun)
Walaupun mengalami kenaikan, indeks pembangunan setiap tahunnya namun
secara nasional, Provinsi-Provinsi di Papua masih mengalami ketertinggalan
dalam pembangunan manusia nya. Rendah nya HDI ini lebih karenakan kondisi
social ekonomi masyarakat Provinsi di Papua sendiri. Seperti tingkat kemiskinan,
dan tingkat pendidikan masyarakatnya.
Data dari BPS, memperlihatkan bahwa rata-rata persentase tingkat
kemiskinan di Provinsi Papua dan Papua Barat antara tahun 2008 hingga 2011
adalah sebesar 35,8% dan 34,4%. Data tersebut memperlihatkan bahwa lebih dari
sepertiga dari jumlah populasi di Papua berada dibawah garis kemiskinan.
Persentase
penduduk miskin Provinsi Papua Barat dan Papua
(Berbagai
Tahun)
Tingginya angka kemiskinan ini dapat disebabkan oleh inflasi yang tinggi
akibat dari biaya distribusi barang yang mahal akibat rendahnya ketersediaan
sarana public yang disediakan oleh pemerintah sehingga menyebabkan mahalnya
kebutuhan barang primer di Papua. Sehingga banyak masayarakat Papua yang masih
berjuang untuk memenuhi kebutuhan primernya. Dan kemungkinan jarang sekali
dapat memenuhi kebutuhan tambahan lain namun penting seperti ketersediaan
listrik, jalan, buku, dan akses pengetahuan yang dapat meningkatkan
kesejahteraan mereka.
Persentase
Angka Buta Huruf 2010, Provinsi Papua Barat dan Papua
Persentase
Angka Buta Huruf Provinsi Papua Barat dan Papua (berbagai tahun)
|
15+
|
15 - 44
|
45+
|
||||||
|
2008
|
2009
|
2010
|
2008
|
2009
|
2010
|
2008
|
2009
|
2010
|
Papua
|
27,53
|
29,71
|
31,73
|
6,23
|
29,23
|
30,73
|
32,94
|
31,70
|
36,14
|
Papua Barat
|
7,85
|
7,06
|
5,17
|
5,58
|
5,01
|
3,55
|
16,15
|
13,40
|
10,37
|
Angka
Partisipasi Sekolah Tahun 2010 Menurut Usia
Angka Partisipasi Sekolah
Provinsi Papua barat dan Papua
(berbagai Tahun)
Data BPS menunjukkan bahwa persentase buta huruf di provinsi Papua masih
sangat tinggi, karena hampir seper tiga masyarakat usia produktif
diidentifikasi belum dapat membaca pada tahun 2010. Selain itu terjadi
penurunan angka partisipasi sekolah di Provinsi Papua dari tahun 2008 hingga
2010.
Berdasarkan perhitungan indeks Williamson untuk mengukur ketimpangan pendapatan
antar daerah, dengan membandingkan GDP perkapita antara provinsi Papua Barat
dan Papua, ternyata ditemukan indeks ketimpangan yang besar sekali diantara
kedua provinsi tersebut. Artinya terdapat ketidak merataan pendapatan perkapita
penduduk di kedua provinsi tersebut. Hasil perhitungan menunjukkan indeks
Williamson adalah sebesar 0,931 yang berarti ketimpangan tinggi sekali.
Pendapatan Perkapita masyarakat Papua Barat adalah sebesar Rp.
29.624.820 pada tahun 2010, dan masyarakat Papua adalah sebesar Rp. 31.570.498.
walaupun pendapatan perkapita masyarakat Papua cukup besar namun secara
kualitas lebih dari 30% penduduk Papua ternyata hidup dalam kemiskinan. Dan
memiliki kualitas kesejahteraan yang rendah dibandingkan masyarakat Papua
Barat.
Anggaran
Pendapatan Provinsi Papua Barat tahun 2011
|
Pendapatan
|
||||
|
Kabupaten
|
PAD
|
Dana
Perimbangan
|
Lain-Lain
Pendapatan Daerah Yg sah
|
Total
Pendapatan
|
1
|
Prov. Papua
|
304.175.000.000
|
1.570.107.391.000
|
3.494.864.788.000
|
5.369.147.179.000
|
2
|
Prov. Papua
Barat
|
98.962.042.000
|
1.332.510.408.788
|
1.954.234.903.950
|
3.385.707.354.738
|
Share PDRB nasional masih berpusat pada wilayah Jawa-Bali yaitu sebesar
59%, sedangkan wilayah Papua (Papua Barat dan Papua) hanya sebesar 2,2% di
tahun 2009[1].
Hal memperlihatkan bahwa pusat-pusat pertumbuhan ekonomi masih terpusat pada
Jawa dan Bali. Sedangkan daerah seperti Nusatenggara, Maluku dan papua masih
sangat kecil. Khusus untuk Papua dimana telah memberikan sumbangan yang cukup
besar dalam bentuk sumberdaya alam, namun tidak sebanding dengan pembangunan
yang dirasakan didaerah tersebut.
Tingginya ketimpangan dalam pemerataan kesejahteraan di daerah Papua
kemungkinan besar disebabkan rendahnya pembangunan infrastruktur yang ada.
Sebagai contoh jumlah keluarga di Papua yang meinkmati listrik hanya sebesar
32% di tahun 2009 dan sarana jalan yang ada di Papua hanya 16% dari panjang
jalan nasional dan 33% dari total panjang jalan di Papua masih belum permanen.
Bagi masyarakat Papua dan Papua Barat, keadilan bukan hanya sebatas
pembagian anggaran belanja pemerintah yang ditulis diatas kertas setiap
tahunnya. Tetapi adalah implementasi nyata dilapangan dalam membangun sarana
pendukung kemajuan masyarakat Papua dan Papua barat. Untuk itu pemerintah pusat
dan daerah harus benar-benar bekerja serius dalam membangun papua, mengurangi
kebocoran dana pembangunan yang berdampak kepada terciptanya ketidak adilan dan
ketimpangan pemerataan pembangunan.
Untuk mencapai keadilan pembangunan di Papua dan Papua Barat, diperlukan
sebuah implementasi rencana yang berfokus pada peningkatan infrastruktur dan
pembangunan kawasan industri yang dapat menciptakan kebutuhan konsumsi
masyarakat nya, sehingga Papua dan Papua Barat dapat mengurangi tingkat inflasi
akibat besarnya biaya transportsasi. Selain itu infrastruktur jalan, informasi
dan energi juga dapat meningkatkan aktivitas warga untuk meningkatkan kapasitas
pengetahuan dan perekonomian mereka dalam membangun daerahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar