Senin, 08 Oktober 2012

Pembangunan Ekonomi Papua



Telah sebelas tahun Otonomi khusus diberlakukan di Papua sejak diundangkannya UU Nomor 21 Tahun 2001, namun begitu pembangunan di Papua masih tetap tertinggal dari daerah lain yang ada di Indonesia. Hal tersebut dapat di lihat dari berbagai Indikator pembangunan, terutama sekali pembangunan manusia.
Jika dibandingkan dengan data per provinsi HDI Provinsi Papua dan Papua Barat sangat tertinggal jauh dengan provinsi lainnya. Tahun 2009 provinsi Papua ada pada urutan terakhir dari 33 provinsi. Sedangkan Papua Barat berada pada peringkat 30. Sedangkan pada tahun 2010, provinsi Papua tetap berada pada peringkat yang sama dan Provinsi Papua Barat naik ke urutan 29.
HDI Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua
(berbagai tahun)
Walaupun mengalami kenaikan, indeks pembangunan setiap tahunnya namun secara nasional, Provinsi-Provinsi di Papua masih mengalami ketertinggalan dalam pembangunan manusia nya. Rendah nya HDI ini lebih karenakan kondisi social ekonomi masyarakat Provinsi di Papua sendiri. Seperti tingkat kemiskinan, dan tingkat pendidikan masyarakatnya.
Data dari BPS, memperlihatkan bahwa rata-rata persentase tingkat kemiskinan di Provinsi Papua dan Papua Barat antara tahun 2008 hingga 2011 adalah sebesar 35,8% dan 34,4%. Data tersebut memperlihatkan bahwa lebih dari sepertiga dari jumlah populasi di Papua berada dibawah garis kemiskinan.

 
Persentase penduduk miskin Provinsi Papua Barat dan Papua
(Berbagai Tahun)

Tingginya angka kemiskinan ini dapat disebabkan oleh inflasi yang tinggi akibat dari biaya distribusi barang yang mahal akibat rendahnya ketersediaan sarana public yang disediakan oleh pemerintah sehingga menyebabkan mahalnya kebutuhan barang primer di Papua. Sehingga banyak masayarakat Papua yang masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan primernya. Dan kemungkinan jarang sekali dapat memenuhi kebutuhan tambahan lain namun penting seperti ketersediaan listrik, jalan, buku, dan akses pengetahuan yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Persentase Angka Buta Huruf 2010, Provinsi Papua Barat dan Papua
 

Persentase Angka Buta Huruf Provinsi Papua Barat dan Papua (berbagai tahun)

15+
15 - 44
45+

2008
2009
2010
2008
2009
2010
2008
2009
2010
Papua
27,53
29,71
31,73
6,23
29,23
30,73
32,94
31,70
36,14
Papua Barat
7,85
7,06
5,17
5,58
5,01
3,55
16,15
13,40
10,37

Angka Partisipasi Sekolah Tahun 2010 Menurut Usia
Angka Partisipasi Sekolah Provinsi Papua barat dan Papua
(berbagai Tahun)
 
Data BPS menunjukkan bahwa persentase buta huruf di provinsi Papua masih sangat tinggi, karena hampir seper tiga masyarakat usia produktif diidentifikasi belum dapat membaca pada tahun 2010. Selain itu terjadi penurunan angka partisipasi sekolah di Provinsi Papua dari tahun 2008 hingga 2010.
Berdasarkan perhitungan indeks Williamson untuk mengukur ketimpangan pendapatan antar daerah, dengan membandingkan GDP perkapita antara provinsi Papua Barat dan Papua, ternyata ditemukan indeks ketimpangan yang besar sekali diantara kedua provinsi tersebut. Artinya terdapat ketidak merataan pendapatan perkapita penduduk di kedua provinsi tersebut. Hasil perhitungan menunjukkan indeks Williamson adalah sebesar 0,931 yang berarti ketimpangan tinggi sekali.
Pendapatan Perkapita masyarakat Papua Barat adalah sebesar Rp. 29.624.820 pada tahun 2010, dan masyarakat Papua adalah sebesar Rp. 31.570.498. walaupun pendapatan perkapita masyarakat Papua cukup besar namun secara kualitas lebih dari 30% penduduk Papua ternyata hidup dalam kemiskinan. Dan memiliki kualitas kesejahteraan yang rendah dibandingkan masyarakat Papua Barat.
Anggaran Pendapatan Provinsi Papua Barat tahun 2011

Pendapatan

Kabupaten
PAD
Dana Perimbangan
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yg sah
Total Pendapatan
1
Prov. Papua
304.175.000.000
1.570.107.391.000
3.494.864.788.000
5.369.147.179.000
2
Prov. Papua Barat
98.962.042.000
1.332.510.408.788
1.954.234.903.950
3.385.707.354.738

Share PDRB nasional masih berpusat pada wilayah Jawa-Bali yaitu sebesar 59%, sedangkan wilayah Papua (Papua Barat dan Papua) hanya sebesar 2,2% di tahun 2009[1]. Hal memperlihatkan bahwa pusat-pusat pertumbuhan ekonomi masih terpusat pada Jawa dan Bali. Sedangkan daerah seperti Nusatenggara, Maluku dan papua masih sangat kecil. Khusus untuk Papua dimana telah memberikan sumbangan yang cukup besar dalam bentuk sumberdaya alam, namun tidak sebanding dengan pembangunan yang dirasakan didaerah tersebut.
Tingginya ketimpangan dalam pemerataan kesejahteraan di daerah Papua kemungkinan besar disebabkan rendahnya pembangunan infrastruktur yang ada. Sebagai contoh jumlah keluarga di Papua yang meinkmati listrik hanya sebesar 32% di tahun 2009 dan sarana jalan yang ada di Papua hanya 16% dari panjang jalan nasional dan 33% dari total panjang jalan di Papua masih belum permanen.
Bagi masyarakat Papua dan Papua Barat, keadilan bukan hanya sebatas pembagian anggaran belanja pemerintah yang ditulis diatas kertas setiap tahunnya. Tetapi adalah implementasi nyata dilapangan dalam membangun sarana pendukung kemajuan masyarakat Papua dan Papua barat. Untuk itu pemerintah pusat dan daerah harus benar-benar bekerja serius dalam membangun papua, mengurangi kebocoran dana pembangunan yang berdampak kepada terciptanya ketidak adilan dan ketimpangan pemerataan pembangunan.
Untuk mencapai keadilan pembangunan di Papua dan Papua Barat, diperlukan sebuah implementasi rencana yang berfokus pada peningkatan infrastruktur dan pembangunan kawasan industri yang dapat menciptakan kebutuhan konsumsi masyarakat nya, sehingga Papua dan Papua Barat dapat mengurangi tingkat inflasi akibat besarnya biaya transportsasi. Selain itu infrastruktur jalan, informasi dan energi juga dapat meningkatkan aktivitas warga untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan dan perekonomian mereka dalam membangun daerahnya.





[1] Lampiran Perpres No 29 tahun 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar